Profil Angkie Yudistia | Fortune Indonesia 40 Under 40

Angkie Yudistia

Angkie Yudistia

Staf Khusus Presiden

Quick Fact
Angkie Yudistia
Education: LSPR Communication & Business
Quotes:

Ada yang menarik ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkenalkan tujuh orang staf khusus (stafsus) di teras Istana Kepresidenan, Jakarta, 21 November 2019. Hadirnya sosok perempuan penyandang disabilitas di antara para staf milennial itu, yang kala itu menuai sorotan. Dia adalah Angkie Yudistia, 35.

Sebelum didapuk menjadi Stafsus Presiden, Angkie memiliki beragam prestasi dan aktif dalam kegiatan sosial. Ia merupakan pendiri dan CEO Thisable Enterprise, wirausaha sosial yang bergerak di bidang pemberdayaan disabilitas agar dapat mandiri secara ekonomi dan memiliki akses pekerjaan yang layak. Beberapa program perusahaan sosial ini di antaranya pelatihan vokasional, pelatihan profesional, dan e-learning.

Angkie juga seorang penulis. Tiga buku karyanya yang telah dipublikasikan di antaranya: Perempuan Tunarungu Menembus Batas, Setinggi Langit dan Become Rich as Sociopreneur. Kepedulian Angkie pada kelompok disabilitas terus berlanjut saat menjadi Staf Khusus Presiden RI. Ia memiliki ruang yang lebih luas untuk memastikan hak-hak disabilitas terpenuhi. 

"Saya ingin memberikan waktu dan tenaga untuk terus berkontribusi terhadap pengembangan lingkungan disabilitas yang semakin inklusif. Kita sudah on the track. Kehadiran negara telah dirasakan oleh penyandang disabilitas di Indonesia dalam mengoptimalkan peran disabilitas di berbagai sektor. Ini yang harus dilanjutkan," katanya kepada Fortune Indonesia. 

Menurutnya, peningkatan kualitas disabilitas agar mampu berdaya saing dalam lingkungan kerja maupun mandiri secara ekonomi tidak lepas dari upaya untuk terus memberikan pendidikan, baik bersifat formal maupun vokasional. 

Hal itulah yang sedang diupayakannya saat ini. Sehingga, dunia kerja di mana pun tidak lagi memandang kaum disabilitas dengan sebelah mata, karena mereka telah siap untuk masuk dalam industri karena memiliki kemampuan—bukan belas kasihan. Demikian juga terhadap disabilitas yang menjadi wirausaha, “Mereka berhasil karena bisa, bukan lagi karena iba,” kata Angkie.