Pemerintah Harus Berhati-Hati Terapkan Legalitas UMKM
Pendataan masih jadi masalah utama dalam pengelolaan UMKM.
Jakarta, FORTUNE – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) diminta berhati-hati dalam menerapkan pendekatan legalitas kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, mengatakan bahwa legalitas memang penting, tapi harus tetap memperhatikan ketepatan sasarannya.
“Harus dibedakan juga pengurusan izin legalitas untuk usaha mikro, kecil, dan menengah. Usaha mikro utamanya memang belum terlalu aware terhadap legalitas. Mereka (merasa) tidak perlu, karena buat apa legalitas tapi ujung-ujungnya disuruh bayar pajak,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Rabu (6/7).
Menurut Huda, dalam mendorong legalitas UMKM, pemerintah tetap harus menyesuaikan dengan bentuk usaha dan kebutuhan para pelaku UMKM. “Bagi usaha mikro dan kecil, mereka (merasa) tidak perlu legalitas karena tidak perlu pendanaan dari bank, atau pemberian pelatihan. Mereka sudah ‘nyaman’ di kondisi saat ini,” katanya.
Masalah utama pengelolaan UMKM
Huda mengatakan pendataan masih menjadi masalah utama dalam pengelolaan UMKM. Oleh karena itu, meski sulit legalitas tetap dibutuhkan dan penting dalam menciptakan ekosistem UMKM yang sistematis dan terintegrasi.
“Data UMKM tersebar di beberapa instansi, bahkan Kemenkop UKM juga tidak punya data yang lengkap dan detail. Data di daerah lebih kacau lagi, makanya penting memang legalitas UMKM ini untuk pendataan, tapi memang legalitas UMKM harus lebih sederhana dibandingkan dengan legalitas usaha besar,” ujarnya.
Digitalisasi masih jadi tantangan
Selain itu, Huda juga menyoroti masalah digitalisasi sebagai salah satu tantangan bagi UMKM saat ini. Hal ini harus terus didorong oleh semua pihak, termasuk pemerintah dan berbagai lapisan masyarakat. “Selain bisa menambah pangsa pasar, juga bisa menambah pengetahuan digital mereka (UMKM). Makanya peran dari platform digital penting di sini,” ujarnya.
Beberapa jenis UMKM yang belum bisa onboarding pada platform digital serta ketimpangan digital ini menurutnya disebabkan skala usaha dan perbedaan Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh sebab itu, butuh usaha dan kerja sama semua pihak demi mendorong UMKM yang tersambung secara digital, demi penguatan perekonomian Indonesia di masa mendatang.
Legalitas dan digitalisasi UMKM jadi fokus KemenkopUKM
Sebelumnya, Sekretaris MenkopUKM, Arif Rahman Hakim mengatakan pada 2022, terdapat sekitar 16 juta UMKM yang mengikuti program sosialisasi dan pendampingan dari KemenkopUKM untuk dapat legalitas usaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB).
“Kita mulai dengan mendata pelaku usaha mikro dan kecil serta menengah, terutama usaha nonpertanian. Targetnya 14,5 juta UMKM tahun ini, dan ditingkatkan di tahun depan, sehingga harapannya tahun 2024 pendataannya bisa selesai,” katanya dalam keterangan, Selasa (5/7).
MenkopUKM, Teten Masduki, menegaskan bahwa penggunaan teknologi digital terbukti mampu memperkuat UMKM di masa pandemi Covid-19. Saat ini, sebanyak 19 juta UMKM sudah masuk ke ekosistem digital dan pada 2024 ditargetkan mencapai 30 juta UMKM, jumlah ini termasuk onboarding di sistem e-catalogue Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam rangka Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI).
“Ekonomi digital Indonesia pada tahun 2020-2030 diperkirakan akan mencapai Rp5.400 triliun dan menjadi yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Saya meminta kemitraan dan sinergi lintas pemangku kepentingan harus diperkuat, mulai dari hulu, yaitu penyiapan kapasitas UMKM dan kualitas produk melalui pendampingan dan perizinan, hingga hilir, yaitu perluasan pasar UMKM,” tutur Teten.