BUSINESS

Transisi Energi Jadi Peluang bagi Keberlanjutan Bisnis PLN

Masih ada tantangan pada investasi EBT di bisnis PLN.

Transisi Energi Jadi Peluang bagi Keberlanjutan Bisnis PLNIlustrasi sumber energi terbarukan. (Pixabay/Seagul)
23 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Manajer Pengelolaan Perubahan Iklim PLN, Kamia Handayani, menyatakan perusahaannya memandang transisi energi sebagai sebuah peluang bisnis baru untuk dijalankan.

“Transisi energi merupakan peluang untuk keberlanjutan bisnis kami, salah satunya dengan bisnis baru konversi kompor induksi dan kendaraan listrik,” ujarnya seperti dikutip Antara, Senin (22/11).

Selain kompor induksi, PLN juga tengah menggarap layanan sertifikasi energi terbarukan bagi industri yang disebut Renewable Energy Certificate (REC). Kemudian, PLN juga menjajaki bisnis kredit karbon bagi industri maupun individu yang ingin mengurangi jejak emisi karbon dalam bisnisnya, dan menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang menempatkan penambahan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 51,6 persen.

Menanggapi hal ini, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan langkah PLN merupakan hal lumrah. Apalagi PLN telah memiliki peta jalan untuk menuju ke arah pemanfaatkan EBT. Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah meninjau kembali proyek 35.000 MW yang tengah berjalan.

“Untuk pekerjaan yang sudah tanda tangan kontrak sepertinya akan tetap dilanjutkan mengingat sudah ada komitmen yang mesti dilakukan. Untuk yang belum berjalan sama sekali seharusnya tidak usah dilanjutkan, mengingat kita punya target net zero emission di 2060. Seharusnya, 2025 sudah tidak ada lagi pembangungan PLTU untuk program 35.000 MW ini,” ujarnya kepada Fortune Indonesia (23/11).

Tantangan investasi energi terbarukan di PLN

Terkait pengembangan investasi EBT di PLN, menurut Mamit, tantangannya masih cukup banyak. Pertama berkenaan dengan sistem harga. Hingga kini, EBT masih dianggap lebih mahal ketimbang energi fosil. “Sedangkan masyarakat kita belum mampu untuk membeli energi dengan harga yang mahal. Subsidi juga bisa meningkat jika harga cukup tinggi karena pemerintah akan menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.

Selanjutnya, Mamit mengatakan infrastruktur EBT juga dinilai belum mumpuni, sehingga perlu adanya pembangunan infrastruktur demi pengembangannya. Ketiga, pasar EBT dianggap belum terlalu ramai dan membuat para investor belum tertarik untuk berinvestasi di sektor ini.

“Keempat, kepastian hukum. Sampai saat ini UU EBT belum disahkan, padahal dibutuhkan kepastian hukum bagi investor. Kelima, terkait dengan kebijakan fiskal dan insentif bagi investor EBT. Perlu ada terobosan dalam mengembangan EBT dari rezim fiskal saat ini,” kata Mamit.

Mamit berharap PLN dapat mencapai target yang telah ditetapkan melalui mitra-mitra barunya di masa mendatang. Namun, hal yang perlu diingat adalah kapabilitas dan kapasitas mereka dalam bekerja sama. “Jangan sampai nanti justru akan memberatkan bagi PLN. Mereka harus mempunyai dana dan juga kemampuan dari sisi teknis, sehingga pada posisi saling mengisi dengan PLN nantinya,” ujarnya.

Apa itu Renewable Energy Certificate/REC?

Melansir laman PLN (19/11), Direktur Utama PLN Zulfikli Zaini menyatakan PLN telah sanggup memasok daya industri menggunakan EBT melalui produk REC. Produk ini adalah salah satu inovasi produk hijau PLN untuk mempermudah pelanggan dalam pembelian serta mendapatkan pengakuan dari internasional atas penggunaan energi terbarukan yang sudah ada di Indonesia.

Pelanggan PLN tidak perlu risau lagi untuk mengekspor hasil produksinya ke negara-negara tertentu yang sudah mensyaratkan penggunaan EBT dalam bisnisnya. "Saat ini telah tersedia Pembangkit dengan Energi Terbarukan PLN di seluruh Indonesia yang sudah beroperasi mencapai 7.936 MW. Ketersediaan EBT tersebut dapat diklaim sebagai energi yang digunakan untuk pemakaian listrik para pelanggan melalui produk terbaru PLN yaitu REC," ucapnya.

Kondisi listrik PLN saat ini sangat cukup untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Dengan cadangan daya 35 persen, suplai listrik PLN saat ini cukup berlebih. Oleh sebab itu, ia juga berharap pemerintah juga mendukung peningkatan permintaan, seperti percepatan ekosistem kendaraan listrik.

"Tahun depan akan lebih lagi karena ada 7,4 gigawatt (GW) listrik akan masuk. Maka dari itu saya menghimbau kepada teman-teman CEO kalau mau tumbuh silakan, butuh listrik kami akan suplai berapa pun besarnya," ucap Zulkifli.

Related Topics