BUSINESS

Kewajiban DMO 30 Persen Bakal Ganggu Kinerja Ekspor Sawit

Pemerintah menaikkan kewajiban DMO dari 20 jadi 30 persen.

Kewajiban DMO 30 Persen Bakal Ganggu Kinerja Ekspor SawitPekerja memanen tanda buah segar kelapa sawit. ANTARA FOTO/Syifa
by
11 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan eksportir minyak sawit mentah atau CPO tengah menghitung kembali untung-rugi ekspor bahan baku minyak goreng. Hal ini menyusul kenaikan kewajiban domestic market obligation atau DMO 30 persen.

“Kemungkinan yang terganggu eksportir kecil. Mereka akan menghitung apakah masih menguntungkan. Kalau pas-pasan atau malah rugi pasti mereka berhenti dulu. Ini yang akan mengganggu kinerja ekspor,” kata Sekretaris Jenderal GAPKI, Eddy Martono, melalui pesan singkat, Jumat (11/3).

Kebijakan DMO CPO merupakan syarat pengusaha mendapatkan izin ekspor dari Kementerian Perdagangan. Pada 14 Februari-8 Maret 2022, Kemendag telah menerbitkan 126 izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya untuk 54 eksportir CPO sebanyak 2,77 juta ton.

Kendati demikian, sebagian eksportir yang sudah terlanjur memiliki kontrak jangka panjang dengan negara importir harus tetap mengirim CPO di tengah selisih harga internasional yang terlampau lebar dari domestic price obligation atau DPO.

Menurut Eddy, kebijakan DMO 30 persen itu berisiko bakal memperlambat proses persetujuan ekspor yang diberikan kepada eksportir. Konsekuensinya, biaya ekspor CPO bakal membengkak. Yang belakangan disebut itu dipastikan akan mengganggu kinerja ekspor CPO dalam negeri.

Kinerja ekspor produk sawit pada 2021 mencapai 40,31 juta ton dengan nilai ekspor US$35,79 miliar, atau meningkat sebesar 56,63 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor ini berkontribusi 17,6 persen terhadap total ekspor nonmigas pada 2021. 

Sebetulnya, kata Eddy, dengan kebijakan DMO 20 persen stok minyak goreng di dalam negeri sudah lebih dari cukup. Sebab, berdasarkan paparan Menteri Perdagangan kemarin, total distribusi minyak goreng hingga 23 hari telah mencapai 415.787 ton, sedangkan perkiraan konsumsinya hanya mencapai 327.321 ton.

“Artinya ini sudah cukup,” kata Eddy.

Tak akan ganggu permintaan dari India

Kenaikan kewajiban DMO tersebut takkan mengganggu permintaan tambahan minyak sawit untuk India. Eddy mengatakan kebutuhan dalam negeri sebenarnya sudah dapat diprediksi. GAPKI mendata konsumsi domestik pada 2021 naik 6,18 persen menjadi 18,42 juta ton dari capaian 2020 yang sebesar 17,34 juta ton.

Dengan kata lain, total konsumsi dalam negeri hanya mencapai 35,91 persen dari total produksi industri kelapa sawit pada 2021 yang 51,3 juta ton.

“Kalau secara produksi seharusnya kenaikan permintaan India masih dapat dipenuhi, kan juga tidak mungkin dalam negeri akan terus dibanjiri sementara konsumsi sudah dapat diprediksi,” ujarnya.

Perkiraan produksi sawit 2022

Tingkat konsumsi CPO domestik akan terus meningkat dan menjadi 37 persen pada 2022. Konsumsi domestik tahun ini diramalkan tumbuh 11,78 persen menjadi 20,59 juta ton.

Produksi CPO 2022 diperkirakan akan mencapai 49 juta ton, sedangkan PKO mencapai 4,8 juta ton. Sehingga total keduanya mencapai 53,8 juta ton atau ada kenaikan sebesar 4,87 persen dibandingkan produksi 2021 yang 51,3 juta ton.

Related Topics