BUSINESS

Harga Batu Bara di Cina Anjlok Usai RI Cabut Larangan Ekspor Bertahap

Batu Bara termal di Zhengzhou Commodity Exchange turun 2,9%.

Harga Batu Bara di Cina Anjlok Usai RI Cabut Larangan Ekspor BertahapKapal pengangkut batu bara. (ShutterStock/ImagineStock)
11 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Harga batu bara berjangka Cina turun ke level terendah tahun ini usai Indonesia mengumumkan akan segera mencabut larangan ekspor sementara batu bara. Mengutip Bloomberg, batu bara termal atau khusus pembangki listrik di Zhengzhou Commodity Exchange turun sebanyak 2,9 persen pada perdagangan siang ini. Ini terjadi setelah menyatakan bakal segera melepaskan 14 kapal penuh batu bara yang sudah dibayar oleh pembeli.

Kebijakan itu dilakukan terhadap perusahaan yang telah memenuhi persayaratan domestic market obligation (DMO). Sementara eksportir lainnya, akan diperbolehkan kembali mengirim batu bara mereka pada Rabu (12/1).

“Tidak ada lagi larangan ekspor berarti para penambang batu bara Indonesia harus melanjutkan aktivitas normal,” kata Justian Rama, analis Citigroup Inc di Jakarta, dalam sebuah catatan. "Mungkin ada beberapa kemunduran atau pelemahan dalam harga batu bara."

Pasar batu bara termal seaborne telah kacau balau sejak Indonesia mengumumkan penghentian ekspor pada awal Januari lalu. Kondisi ini dipicu oleh kelangkaan batu bara dalam negeri untuk pembangkit listrik yang dapat berujung pada krisis listrik.

Namun, kebijakan itu menuai protes dari berbagai pihak. Para pengusaha batu bara mengingatkan pemerintah kemungkinan force majeures lantaran beberapa pembeli China telah mencoba untuk membatalkan kesepakatan. Sementara mitra dagang seperti Jepang, Filipina dan Korea mendesak larangan itu segera dicabut.

Cina sendiri merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia dan importir utama dari Indonesia. Pukul 13:50 waktu Shanghai, benchmark batu bara negeri tirai bambu turun 2,7 persen menjadi 681,4 yuan per ton, jauh di bawah posisi 31 Desember yang mencapai 680 yuan per ton.

Disambut Pengusaha

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia meyambut positif keputusan pemerintah untuk membuka keran ekspor batu bara secara bertahap. Menurutnya, kinerja ekspor komoditas seperti batu bara menjadi salah satu penopang terbesar melejitnya neraca dagang Indonesia di tengah tekanan pandemi Covid-19. 

“Jadi ini memang sangat penting dampaknya bagi perekonomian kita untuk ekspor. Ini memang menjadi perhatian pemerintah agar ekspor tetap berjalan, tapi di sisi lain prioritas utama ialah pemenuhan kebutuhan dalam negeri dalam hal ini ialah PLN," ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (11/1).

Mengenai disparitas harga batu bara di pasar global dan domestik yang terlalu jauh, Hendra meminta pemerintah menyiapkan mekanime yang tepat dan permanen. Hal ini ditujukan untuk menyelesaikan pasokan batu bara PLN sehingga ancaman krisis energi tidak lagi terjadi di lain waktu.

Menanggapi pemintaan kalangan usaha, pemerintah memastikan akan merombak tata kelola pasokan batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik dalam negeri. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan mengatakan nantinya PT PLN (Persero) akan membeli batu bara dengan harga pasar. 

"Nanti dibentuk Badan Layanan Umum (BLU), BLU yang bayar ke PLN sehingga PLN itu membeli secara market price. Jadi tidak ada lagi nanti mekanisme pasar terganggu," ungkap Luhut, Senin (10/1).

Selama ini, disparitas harga yang cukup jauh antara yang dikenakan PLN dengan harga yang berlaku di pasar memang memunculkan masalah. Harga yang dikenakan oleh PLN, misalnya, dipatok pada US$70 per ton untuk batu bara kalori 6.322 Kcal/Kg. Sedangkan harga pasar batubara berfluktuasi mengikuti pasar dunia.

Ketika harga di pasar di bawah US$70 per ton, perusahaan batu bara yang berlomba lomba untuk menjual ke PLN, sementara ketika harga di pasar berada di atas US$70 per ton, banyak kelompok trader yang telah memiliki komitmen penjualan ke PLN tidak menepati komitmen terhadap perjanjian suplainya.

Luhut mencontohkan, jika harga batu bara mencapai US$100 per ton atau hingga US$200 per ton, maka akan dihitung selisih harganya dengan patokan harga batu bara untuk Domestic Market Obligation (DMO) sebesar US$70 per ton. Untuk itu, para perusahaan wajib membayarkan pungutan kepada BLU sehingga selanjutnya dana tersebut dialokasikan sebagai kompensasi untuk selisih harga yang dikeluarkan oleh PLN karena membeli batu bara dengan harga pasar.

Dana tersebut harus dibayarkan sebelum perusahaan melakukan shipment. Keuntungan dari mekanisme ini, berdasarkan penjelasan dalam paparan yang ditampilkan, adalah tidak terjadinya distorsi karena PLN tetap membeli di harga pasar, sekaligus tidak menambah beban subsidi negara. Sebab, harga pasar dan harga acuan US$70 per ton disubsidi dari pungutan kepada para produsen batubara. Hal ini akan mengamankan suplai batu bara PLN secara konsisten.

Related Topics