BUSINESS

Cara Menghitung Pajak Jual Beli Rumah

Ketahui cara menghitung pajak jual beli rumah

Cara Menghitung Pajak Jual Beli RumahPetugas pajak KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga (kiri) membantu seorang seorang wajib pajak mengisi laporan SPT tahunan pajak, Rabu (16/3/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

by Tubagus Imam Satrio

05 July 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Memiliki rumah sendiri merupakan impian semua orang. Tetapi, apa Anda tahu bahwa ada kewajiban yang harus dipenuhi? Ya, membayar pajak. Lalu, bagaimana cara menghitung pajak jual beli rumah itu? Yuk langsung saja baca artikel ini.

Cara menghitung pajak pembelian dan penjualan rumah

Contoh, sebuah rumah memiliki NJOP Rp2.000.000 dan NJOPTKP Rp10.000.000 dengan luas bangunan 100 meter persegi , tarif pajak 5%, dan luas tanah 200 meter persegi. Maka perhitungannya sebagai berikut.

Menentukan nilai jual objek bangunan = luas bangunan x NJOP

= 100 x Rp. 2.000.000

=Rp200.000.000

Menentukan NJOP bumi = luas tanah x NJOP

  =200 x Rp2.000.000

  =Rp400.000.000

Menentukan NJOP atas PBB = NJOP Bangunan+NJOP bumi

  =Rp 200.000.000+Rp 400.000.000

  =Rp 600.000.000

Menentukan NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP)

  =20% x (Rp 600.000.000-Rp 10.000.000)

 =20 % x Rp 590.000.000

  =Rp118.000.000

Menentukan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) = 0,5% x Rp 118.000.000

  =Rp 59.000.000

Menentukan BPHTB = tarif pajak x dasar pengenaan

=Tarif pajak x (NJOP PBB - NJOPTKP)

=5%x (Rp 600.000.000 - Rp 10.000.000)

=5% x Rp 590.000.000

=Rp 29.500.000

Menghitung pajak seperti itu memang tidak mudah. Akan tetapi, dengan artikel ini semoga dapat memberikan sedikit gambaran dan informasi. Itulah tadi pembahasan tentang cara menghitung pajak jual beli rumah yang bisa langsung dicoba. 

Mengenal istilah-istilah dalam jual beli rumah

Sudah tidak sabar ingin segera mengetahui cara menghitung pajak jual beli rumah itu bagaimana? Namun, sebelum melanjutkan pembahasannya, penting untuk mengenal istilah-istilah asing di bawah ini agar nanti tidak bingung. 

1. Nilai Jual Objek Pajak

NJOP adalah harga rata-rata yang didapatkan akibat transaksi jual beli secara wajar. Dokumen ini memiliki banyak manfaat. Salah satunya, digunakan untuk mengetahui harga terendah rumah atau properti sehingga dapat memastikan tergolong mahal atau murah.

Dokumen penting sama halnya dengan akta jual beli dan sertifikat hak milik ini berperan sebagai dasar pengenaan pajak PBB. Untuk penentuan nilai jualnya berdasarkan pada luas dan zona bangunan. Perlu diketahui berdasarkan UU No. 12 tahun 1985 NJOP ditetapkan 3 tahun sekali.

2. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Berdasarkan pasal 6 ayat 3, perhitungan PBB adalah nilai jual kena pajak yang ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, terdapat penyesuaian akan besarnya persentase guna memberikan rasa keadilan. 

Aturan tersebut telah terkandung dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/2002. Peraturan ini berisi tentang persentase pajak pada objek pertambangan, perkebunan dan kehutanan, yaitu 40%.

3. Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)

Nilai perolehan objek pajak adalah harga dari transaksi jual beli rumah. Besaran NPOP ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Hal tersebut sangat berbeda dengan NJOP, yang tarifnya ditentukan oleh pemerintah.

Pada transaksi ini, umumnya seorang penjual akan menawarkan harga. Kemudian, pembeli diizinkan untuk melakukan negosiasi sehingga menyebabkan nilai perolehan objek pajak bisa lebih murah daripada yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak pertambahan nilai merupakan sebuah pungutan pemerintah terhadap setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang dilakukan oleh wajib pajak. Regulasi PPN telah diatur dalam UU nomor 6 tahun 1983 dengan tarif 10%.

Untuk mengoptimalkan penerimaan negara, pemerintah melakukan revisi dan menggantinya dengan undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan. Hal tersebut membuat tarifnya berubah menjadi 11%. Ketika melakukan jual beli rumah, pajak ini menjadi kewajiban pembeli.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan yang dilakukan pemerintah atas kepemilikan tanah dan bangunan. Besaran nilainya yaitu 0,5% dengan NJKP. PBB ini harus dibayarkan setiap 1 tahun sekali.

Menurut UU nomor 12/1994, kriteria orang yang wajib membayar pajak ini yaitu mempunyai bangunan fisik dan memperoleh manfaat atas tanah yang dimiliki. Dalam transaksi jual beli rumah, penjual yang berkewajiban membayar PBB.

6. Pajak Penghasilan (Pph)

Pajak penghasilan merupakan pungutan pemerintah kepada orang pribadi maupun badan usaha atas penghasilan yang diperoleh dalam jangka waktu 1 tahun. Dasar hukum PPH yaitu UU nomor 7 tahun 1983 yang telah mengalami 4 kali perubahan.

Laba usaha hadiah dan honorarium juga dikenai pajak penghasilan. Menurut peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2016, nominal Pph sebesar 2,5%. Namun, pajak ini tidak berlaku untuk badan perwakilan asing, organisasi nasional, dan pejabat diplomatik.

7. Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

BPHTB merupakan pajak yang dikenakan karena adanya transaksi pemindahan tanah dan bangunan. Perolehan hak tersebut dapat terjadi karena adanya proses jual-beli, tukar-menukar, hibah, dan pemasukan dalam perseroan atau badan usaha.

Biaya perolehan hak atas tanah bangunan ini akan dikenakan untuk semua transaksi properti yang sudah dibeli baik perorangan maupun developer. Besaran BPHTB 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

NJOPTKP merupakan batas nilai jual objek tidak kena pajak atas bumi dan bangunan. Umumnya nominal di setiap daerah berbeda-beda. Berdasarkan PMK 23/2014, tarif yang ditentukan adalah Rp12 juta.

Namun, aturan tersebut hanya berlaku bagi Pajak Bumi dan Bangunan selain sektor pedesaan dan perkotaan. Pajak ini menjadi salah satu komponen terpenting dalam perhitungan PBB. Contoh bangunan yang termasuk ke dalam NJOPTKP yaitu masjid, sekolah, dan tempat wisata.