BUSINESS

Sektor Ritel Menuju Endemi dengan Optimisme

Sejumlah katalis menjadi dasar optimisme pemulihan ritel.

Sektor Ritel Menuju Endemi dengan OptimismeSeorang Bapak bersama dua anaknya mengunjungi Pusat perbelanjaan metropolitan mall di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/10/2021). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/hp.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Gelombang pandemi menggulung sektor ritel berkali-kali, memperburuk kondisi banyak ritel modern yang kinerjanya telah lebih dulu digerogoti oleh disrupsi digital. Namun, industri ritel mulai optimistis pulih tahun ini, disokong oleh sejumlah katalis.

Pantauan Fortune Indonesia pada awal Mei 2022, salah satu cabang dari jaringan ritel PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) di Depok dipenuhi para pemburu baju baru untuk rayakan Hari Raya. Area penuh tanda diskon dan promo ramai menarik para pelanggan. Selesai berburu, mereka pergi ke kasir di berbagai sudut toko ritel pakaian tersebut.

Itu sinyal baik bagi industri, setelah ribuan toko ritel rontok akibat pandemi. “Penjualan ritel sektor non-pangan pada 2020 sampai minus 60 persen dan pangan minus 40 persen,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, kepada Fortune Indonesia pada Maret lalu.

Industri ritel mulai bangkit

Perbandingan penutupan gerai ritel pada 2020 hingga 2022. (Sumber Aprindo)

Selama wabah, konsumen membeli lebih sedikit barang tiap kali berbelanja. Jika sebelumnya sekali transaksi di supermarket bisa sampai Rp400.000 atau Rp500.000, kata Roy, “selama pandemi menurun hanya Rp200.000”. Itu karena kebanyakan konsumen hanya membeli produk esensial dan diprioritaskan.

Menurut data Aprindo, 1.800 gerai ritel di dalam atau luar mal tutup pada Maret-Desember 2020. Bila dirata-rata, sehari ada 5-6 gerai menyetop bisnisnya. Lalu, saat varian Delta merebak pada 2021 dan pemerintah memperketat mobilitas masyarakat, menutup mal, dan membatasi jam operasional, terdapat sekitar 1.500 gerai ritel yang tutup.

“Tahun ini situasinya sudah mulai membaik meskipun masih ada 40-45 gerai yang tutup sejak awal tahun sampai saat ini atau setara dengan per dua hari sekali ada satu toko yang tutup. Penyebabnya, ketidakmampuan cash flow, “ kata Roy.

Di balik itu, dia melihat mulai adanya optimisme pemulihan sektor ritel. Beberapa amunisi yang diharapkan membuat sektor ini bangkit mencapai titik balik mencakup penanganan pandemi Covid-19 yang membaik, vaksinasi yang sudah semakin meluas, serta pemulihan ekonomi dalam negeri.

Transisi menuju endemi dan penjualan O2O

Di tengah terus bermutasinya virus corona, masyarakat semakin rileks untuk beraktivitas. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto