FINANCE

Butuh Rp3.461 T untuk Tangani Perubahan Iklim, Ini Jurus Sri Mulyani

Kemenkeu menyusun kebijakan Climate Change Fiscal Framework

Butuh Rp3.461 T untuk Tangani Perubahan Iklim, Ini Jurus Sri MulyaniIlustrasi keuangan hijau. (Pixabay/Orlandow)
22 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Pemerintah menargetkan penurunan emisi karbon pada 2060. Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menyusun sebuah kerangka kebijakan fiskal untuk mendukung penanganan perubahan iklim, yakni Climate Change Fiscal Framework.

Pada kerangka kebijakan ini, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) akan menjalankan perannya membantu penurunan kadar karbondioksida (CO2) dari sisi penerimaan, belanja, atau pembiayaan pemerintah.

“Ini sesuai dengan tekad untuk menurunkan karbondioksida (CO2), bahkan net zero emission pada tahun 2060,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada acara Bisnis Indonesia Green Economy Outlook, Selasa (22/2).

Berdasarkan penghitungan Second Biennale Update Report 2018, kebutuhan anggaran Indonesia untuk mencapai target penurunan CO2 sampai tahun 2030, mencapai Rp3.461 triliun. Pandemi Covid-19 membuat upaya penurunan emisi jadi terasa lebih berat bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Oleh sebab itu, perlu sejumlah strategi optimalisasi pemanfaatan anggaran hingga memobilisasi sumber pendanaan untuk memenuhi target. 

Instrumen penerimaan negara

Cara kerja APBN dalam menggerakkan ekonomi hijau, kata Sri Mulyani, dapat dilihat dari sisi penerimaan negara atau perpajakan. Pemerintah menggunakan kebijakan perpajakan melalui pemberian insentif bagi dunia usaha agar mendapatkan peluang baik untuk berinvestasi dalam perekonomian hijau.

“Pertama menggunakan tax holiday, tax allowance, bahkan kita juga memberikan pembebasan bea masuk impor, pengurangan pajak pertambahan nilai (PPn), bahkan pajak penghasilan (PPh) yang ditanggung pemerintah, dan untuk kegiatan geothermal, kita bisa memberikan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan (EBT),” kata Menkeu.

 Kemenkeu juga sudah memperkenalkan pajak karbon dalam pembentukan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, untuk mendorong  sektor swasta, agar menginternalisasi konsekuensi ekonomi dalam bentuk emisi karbon dalam hitungan investasi mereka.

Pajak karbon akan jadi pelengkap mekanisme pasar karbon, yang nantinya dapat mendorong inovasi teknologi serta investasi yang lebih efisien dan konsisten.

Instrumen belanja pemerintah

Dari sisi belanja pemerintah, baik terkait barang dan modal, Kemenkeu mengenalkan Climate Budget Tagging atau penandaan anggaran pemerintah yang didedikasikan untuk masalah perubahan iklim.

“Ini bertujuan untuk mengidentifikasi, apakah APBN di dalam komitmennya untuk mendorong solusi perubahan iklim ini, supaya menjadi konsisten dan bisa secara transparan disampaikan,” ucap Sri Mulyani.

Konsep yang sudah dimulai sejak 2018 ini, menurut Sri, bahkan sudah mulai diturunkan ke level pemerintah daerah. “Sehingga APBN dan APBD akan semakin transparan di dalam mendorong program-program ramah lingkungan dan mengurangi ancaman perubahan iklim,” tuturnya.

Related Topics