FINANCE

Pemilik Kripto Lebih Suka Beramal Ketimbang Investor Konvensional

Sayangnya, beramal dengan kripto masih dianggap rumit.

Pemilik Kripto Lebih Suka Beramal Ketimbang Investor KonvensionalIlustrasi Bitcoin. (Shutterstock/Coyz0)

by Desy Yuliastuti

30 November 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Beramal atau berdonasi tak selalu dengan uang tunai. Banyak alternatif cara yang bisa digunakan. Misalnya dengan transfer antar bank, virtual account, dompet digital, bahkan dengan mata uang kripto (cryptocurrency).

Terlepas dari fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait kripto sebagai mata uang, fenomena kripto turut mendorong pemilik aset kripto untuk beramal.

Sebut saja Sam Bankman Fried, pendiri platform turunan kripto FTX. Hanya tiga tahun bergabung di industri kripto dia berhasil meraih kekayaan hingga US$ 10 miliar atau sekitar Rp144 triliun. Tidak hanya itu, dia juga masuk ke dalam daftar Forbes 2021 "30 Under 30" dalam kategori keuangan. 

Sam Bankman Fried juga dikenal sebagai sosok yang dermawan. Yayasan FTX juga memberikan 1 persen dari biaya trading platform. Dalam beberapa minggu pertama, yayasan telah mengumpulkan lebih dari US$2 juta atau setara dengan Rp29 miliar.

Di Indonesia, pada medio 2020-2021 ada komunitas trader Kebun Online yang menginisiasi kegiatan positif dari hasil cryptocurrency. Mereka mendonasikan 20 persen keuntungannya untuk membantu pembangunan 10 masjid dan musala di beberapa daerah. 

Investor kripto lebih dermawan

Di lain sisi, menurut studi baru dari Fidelity, investor kripto lebih dermawan, dengan 45 persen menyumbangkan US$1.000 (sekitar Rp14 juta) atau lebih untuk amal pada 2020, dibandingkan dengan 33 persen dari seluruh populasi investor (termasuk investor konvensional).

Hampir setengah dari generasi milenial yang bermain kripto mengatakan aset digital ini adalah investasi yang cerdas, dibandingkan dengan 18 persen Gen X dan 6 persen baby boomer.

Hampir 90 persen milenial mengatakan, beramal menjadi bagian penting dari kehidupan mereka, dibandingkan dengan 74 persen dari total populasi investor. Demikian dilansir Cheddar News, Selasa (30/11).

“Ketika investor—khususnya milenial—menggabungkan minat mereka pada mata uang digital dengan nilai amal mereka, aset digital berpotensi menjadi sumber pendanaan yang signifikan untuk filantropi,” kata Tony Oommen, Wakil Presiden dan Konsultan Perencanaan Amal di Fidelity Charitable.

"Mereka telah menyumbangkan US$158 juta atau Rp2,2 triliun dalam aset cryptocurrency di Fidelity Charitable tahun ini, meningkat 464 persen dari tahun 2020," katanya.

Tren beramal dengan aset kripto terus tumbuh

Fidelity Charitable mengatakan, telah menerima UD$28 juta atau sekitar Rp400 miliar dalam bentuk cryptocurrency pada 2020. Jumlah ini naik lebih dari dua kali lipat dibanding  2019.

Organisasi nirlaba ini menuturkan tren tersebut tumbuh karena investor kripto mengetahui lebih banyak pengetahuan terkait pajak.

Peningkatan dalam beramal terjadi, bahkan ketika 38 persen investor kripto masih tidak menyadari bahwa menjual aset digital dikenai pajak, dan hampir 30 persen dari mereka tidak tahu pasti apakah kripto dapat disumbangkan langsung ke organisasi amal.

Di samping itu, survei menemukan hampir 50 persen dari mereka yang memberikan sumbangan kripto mengatakan sulit untuk menemukan badan amal yang akan menerima sumbangan dalam bentuk kripto.