Jakarta, FORTUNE – Kinerja ekspor Indonesia pada 2021 yang mencapai US$231,5 miliar merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah. Jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan 41,88 persen.
“Jadi pada tahun ini kita menembus US$231 miliar, ini adalah angka tertinggi,” kata Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi melalui keterangan resmi, Rabu (19/1).
Total nilai ekspor 2021 disumbangkan oleh lima komoditas nonmigas. Penyumbang terbesar adalah batu bara dengan US$32,84 miliar, lalu diikuti crude palm oil (CPO) US$32,83 miliar, besi baja US$20,95 miliar, produk elektronik dan elektronika US$11,80 miliar, serta kendaraan bermotor dan suku cadangnya US$8,64 miliar.
“Empat dari lima produk ekspor utama di 2021 merupakan produk manufaktur,” kata Lutfi.
Sementara itu, neraca perdagangan kumulatif Indonesia pada periode 2021 mencatatkan surplus US$35,54 miliar, yang diperoleh dari defisit neraca migas US$13,25 miliar dan neraca nonmigas US$48,60 miliar. Nilai surplus nonmigas 2021, kata Lutfi, turut mencetak rekor sebagai surplus nonmigas terbesar sepanjang sejarah.
“Bila dibandingkan dengan ekspor 2020 yang mencatatkan nilai US$163,19 miliar, ekspor 2021 tumbuh hingga sebesar 41,88 persen. Di sisi lain, impor 2021 tercatat sebesar US$196,20 miliar atau tumbuh 38,59 persen dibanding impor 2020 yang sebesar US$141,57 miliar,” ujarnya.
Indonesia defisit perdagangan dengan Tiongkok
Akan hal surplus perdagangan, yang tertinggi adalah dengan Amerika Serikat (AS) dengan nilai US$14,52 miliar, disusul dengan Filipina US$7,33 miliar, dan India US$5,62 miliar.
Namun, perdagangan Indonesia dengan Tiongkok mengalami defisit US$2,45 miliar, berkurang hingga 68,84 persen dibandingkan pada 2020 yang sebesar US$7,85 miliar.
Tantangan perdagangan 2022
Kementerian Perdagangan akan terus menjaga momentum pertumbuhan ekspor 2022. Sejumlah tantangan menjadi perhatian utama, mulai dari kebijakan tapering off, hambatan logistik dunia, krisis energi, serta strategi menghadapi pandemi COVID-19.
“Pemerintah juga tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk mengatasi krisis energi dalam perekonomian global serta terus melakukan upaya pengendalian pandemi COVID-19. Langkah ini perlu dilakukan untuk mendorong kinerja perdagangan dan menjaga momentum pertumbuhan ekspor,” ujar Lutfi.
Perkembangan perjanjian dagang Indonesia dengan negara lain
Terkait perjanjian dagang dengan negara non-tradisional, Lutfi mengatakan dengan Uni Emirat Arab (UEA) sedang diupayakan dan menuju tahap penyelesaian, yang diharapkan selesai Maret 2022. Selanjutnya, Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Bangladesh juga dalam tahap penyelesaian.
“Selanjutnya, Tunisia yang akan dipercepat. Sedangkan dengan Turki dan Iran akan segera dimulai kembali putarannya,” ujar Lutfi.
Progres perjanjian dengan dengan Uni Eropa sedang memasuki putaran kesebelas dan ditargetkan selesai akhir 2022.
“Beberapa perundingan dengan negara mitra dagang lainnya yang sudah memasuki tahap awal juga akan diteruskan, di antaranya India, Kanada, Pakistan untuk perdagangan barang, dan Chile untuk perdagangan jasa,” katanya.