FINANCE

Stafsus Sri Mulyani Taksir Pajak dari Orang Super Kaya Rp4-5 Triliun

Kontribusi orang super kaya ke PPh cukup besar.

Stafsus Sri Mulyani Taksir Pajak dari Orang Super Kaya Rp4-5 TriliunStaf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo dalam podcast di kanal YouTube Ditjen Pajak. (Doc: Tangkapan layar YouTube)

by Hendra Friana

19 January 2023

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengatakan pemerintah bisa meraup pajak sekitar Rp4-5 triliun dari orang super kaya di Indonesia berkat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Pasalnya dalam beleid tersebut, terdapat golongan tarif pajak baru— yakni 35 persen—untuk wajib pajak pribadi dengan penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun.

Mengacu pada laporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak yang dihimpun pada 2022—laporan SPT pajak 2021—ada sekitar 5.000 SPT yang disampaikan wajib pajak berpenghasilan di atas Rp500 juta setahun.

Sebelum UU HPP berlaku, UU PPh yang lama hanya mengenakan tarif 30 persen untuk wajib pajak dengan penghasilan tahunan pada nominal tersebut. 

"Ada sekitar 5.000 SPT yang disampaikan di segmen ini dengan kontribusi kurang lebih Rp20 triliun setahun atau sekitar 19 persen," ujarnya dalam siaran video bertajuk"Reformasi Pajak: On The Track" yang disiarkan kanal YouTube Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (19/1).

Dengan mengacu pada data yang sama—tanpa menyebut jumlah pelapor SPT dengan penghasilan di atas Rp5 miliar—orang super kaya "bisa menyumbang pajak Rp4-5 triliun," katanya. "Ini kan jumlah cukup besar. Bisa dipakai untuk membantu masyarakat menengah bawah."

Hitungan tarif PPh 

UU HPP menyuratkan bahwa golongan tarif pajak orang pribadi yang penghasilan setahunnya Rp0–60 juta adalah 5 persen; lalu, 15 persen untuk penghasilan di atas Rp60 juta–Rp250 juta per tahun; 25 persen untuk penghasilan di atas Rp250 juta–500 juta setahun; kemudian 30 persen untuk penghasilan di atas Rp500 juta–5 miliar; dan 35 persen untuk penghasilan di atas Rp5 miliar.

Namun, ia juga menegaskan bahwa tarif pajak yang dikenakan tidak serta merta dikalikan dengan total penghasilan tersebut. Kalkulasinya dilakukan dengan mengalikan tarif dengan total penghasilan setelah dikurangi pendapatan tidak kena pajak (PTKP).

Misalnya, seorang karyawan tanpa tanggungan (istri dan/atau anak) dengan penghasilan Rp5 juta per bulan atau Rp60 juta setahun, tidak langsung dikenai pajak Rp3 juta atau 5 persen dari penghasilannya.

Namun, penghasilan Rp60 juta itu akan dikurangi lebih dulu dengan PTKP sebesar Rp54 juta (untuk wajib pajak tanpa tanggungan). 

"Berarti (penghasilan kena pajaknya) Rp6 juta. Dikalikan 5 persen. Hanya Rp300 ribu per tahun atau Rp25 ribu per bulan. Kalau tiap hari kita pipis di toilet umum, lebih mahal pipis di toilet umum," katanya.

Sementara jika karyawan tersebut menikah, hitungan PTKP ditambah Rp4,5 juta menjadi Rp58,5 juta. Jika mereka memiliki satu anak, maka PTKP tersebut ditambah lagi menjadi Rp4,5 juta dan seterusnya.

"Kalau punya anak satu PTKP jadi Rp63 juta. Rp60 juta dikurangi Rp63 juta malah minus Rp3 juta. Alias tidak membayar pajak," ujarnya.

Related Topics