FINANCE

5 Sektor Usaha Pilihan Investor di Tahun Kedua Pandemi COVID-19

Industri logam dasar dan perumahan, industri pilihan utama.

5 Sektor Usaha Pilihan Investor di Tahun Kedua Pandemi COVID-19Foto udara aktivitas pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial (VDNI) di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/12/2021). ANTARA FOTO/Jojon/foc.
31 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Pekan lalu, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan realisasi investasi pada 2021 yang tumbuh positif. Lalu, apa saja sektor usaha yang paling banyak menerima investasi pada tahun kedua pandemi COVID-19?

Jika mengacu pada catatan Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi, baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN), tumbuh 9,0 persen menjadi Rp900,1 triliun dari Rp826,3 triliun tahun sebelumnya. 

Setidaknya terdapat lima sektor usaha yang menjadi penerima penanaman modal terbesar pada periode tersebut. Industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya menjadi sektor dengan guyuran investasi terbesar pada Rp117,5 triliun atau setara 13,0 persen.

Di posisi kedua ada sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran yang realisasi investasinya Rp117,4 triliun. Lalu, berturut-turut sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi (Rp107,4 triliun); listrik, gas, dan air (Rp81,6 triliun); dan pertambangan (Rp81,2 triliun). Berikut lisnya.

  1. Industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya
  2. Perumahan, kawasan industri, dan perkantoran
  3. Transportasi, gudang, dan telekomunikasi
  4. Listrik, gas, dan air
  5. Pertambangan

Daftar sektor penerima investasi terbanyak tersebut bergerak dinamis jika dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya atau 2020. Menurut data sama, pada tahun pertama pandemi, sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi mendapat investasi terbesar dengan porsi 17,5 persen, diikuti listrik, gas, dan air (12,3 persen), dan industri logam dasar (11,5 persen).

Terdapat dua sektor yang menjadi pilihan strategis penanam modal selama pandemi: industri logam dan transportasi gudang dan telekomunikasi. Keduanya setidaknya selalu masuk dalam tiga besar.

Sejalan dengan hilirisasi

Ekonom Center of Reforms on Economics (Core), Yusuf Rendy Manilet, memperkirakan sektor-sektor usaha yang mendapatkan penanaman modal terbanyak pada 2021 merupakan dampak dari dorongan kebijakan pemerintah.

Dia menyebut, investasi pada industri logam, misalnya, tak terlepas dari kegiatan hilirisasi produk nikel, khususnya yang menyangkut pelarangan ekspor komoditas mentah tersebut. Dalam hal ini, pemerintah mendorong industri dalam negeri di smelter untuk menjadi produk dengan nilai tambah tinggi.

“Pembangunan smelter ini yang kemudian tercatat sebagai investasi di sektor industri logam dasar,” kata Yusuf kepada Fortune Indonesia, Senin (31/1).

Sedangkan, untuk realisasi di sektor kawasan industri, sesungguhnya juga berkenaan dengan sektor gudang dan telekomunikasi serta listrik, gas, dan air, ujar Yusuf. Sebab, dengan pengembangan kawasan industri, maka tentu dibutuhkan akses mulai dari listrik, air, hingga komunikasi.

Menteri Investasi/Kepala BPKM, Bahlil Lahadalia, sebelumnya mengatakan realisasi investasi saat ini telah bergeser ke sektor-sektor yang mendukung industrialisasi. Hal tersebut, menurutnya, tecermin dari realisasi investasi industri logam dasar yang gemilang.

“Dulunya di 2020, transportasi, gudang, dan telekomunikasi nomor satu. Sekarang sudah berubah ini, masuk di industri,” ujar Bahlil, seperti dikutip dari Antara, Kamis (27/1). Menurutnya, investasi yang mendorong hilirisasi agar bernilai tambah itu demi mencegah deindustrialisasi.

Penyerapan tenaga kerja

Yusuf menambahkan pembangunan dari hilirisasi komoditas dan kawasan industri memang dapat menciptakan tenaga kerja. Namun, menurutnya, penyerapan tenaga kerja tersebut masih bisa ditingkatkan lagi.

Sebagai gambaran, menurut data Kementerian Investasi/BPKM, di saat realisasi investasi tumbuh 9,0 persen tahun lalu, penyerapan tenaga kerjanya hanya meningkat 4,5 persen menjadi 1,21 juta orang. Angka itu melambat dari pertumbuhan penyerapan tenaga kerja 11,9 persen pada tahun sebelumnya.

Menurut Yusuf, salah satu alasannya adalah karena pangsa realisasi investasi di sektor sekunder—khususnya industri manufaktur—turun dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan catatannya, pada 2016, realisasi PMA di sektor manufaktur mencapai 57 persen dari total investasi, namun pada tahun ini hanya 44 persen. Realisasi PMDN pun trennya sama.

“Padahal kita tahu bahwa industri manufaktur yang berpotensi untuk menyerap angkatan kerja dengan jumlah yang lebih besar. Sehingga tantangannya sekarang bagaimana mendorong investasi di sektor manufaktur terutama yang sifatnya padat karya agar serapan tenaga kerja bisa lebih optimal,” ujarnya.

Soal penyerapan tenaga kerja, Bahlil sempat menyinggung. Dia mengeklaim penyerapan tenaga kerja dari investasi berpeluang lebih besar dari angka yang tercatat. “Ini tenaga kerja langsungnya. Dalam teori ekonominya, biasanya tiga sampai empat kali lipat (penyerapan tenaga kerja tidak langsung,” katanya.

Related Topics