FINANCE

Alasan Suku Bunga Naik Secara Teoretis Dapat Meredam Inflasi

Suku bunga naik bisa dibilang rem atas konsumsi.

Alasan Suku Bunga Naik Secara Teoretis Dapat Meredam InflasiShutterstock/Luis A. Orozco
28 October 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia (BI) pekan lalu memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.

Selain itu, suku bunga Deposit Facility ikut naik sebesar 50 bps menjadi 4,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50 persen.

Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, keputusan suku bunga ini demi merespons tren inflasi di dalam negeri yang meningkat. “Ini sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi,” kata Perry dalam keterangan yang dikutip Jumat (28/10).

Lalu, bagaimana bisa kenaikan suku bunga itu meredam inflasi?

Bagi bank sentral, suku bunga merupakan instrumen kebijakan moneter untuk mengendalikan perekonomian. Suku bunga dapat dianggap sebagai pedal gas atau rem untuk mengatur jalannya aktivitas perekonomian.

Jika perekonomian bergerak terlalu cepat—dengan kenaikan harga barang—bank sentral akan mengeremnya via kebijakan menaikkan suku bunga. Sebaliknya, jika perekonomian bergerak lamban, bank sentral akan mendorong dengan menurunkan suku bunga.

Menurut Bank Indonesia, inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada September 2022 mencapai 5,95 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), dan lebih tinggi ketimbang 4,69 persen inflasi pada bulan sebelumnya. Ini di atas target BI yang sebesar 3 persen plus minus 1 persen.

Penyesuaian harga bahan bakar (BBM) ditengarai menjadi penyebab kenaikan inflasi.

Masalah likuiditas

inflasi
ilustrasi inflasi (unsplash.com/Markus Spiske)

Melansir pelbagai sumber, kenaikan suku bunga acuan ini berkenaan dengan problem likuiditas atau peredaran uang. Secara teoretis, kenaikan uang beredar akan mempengaruhi inflasi. Semakin banyak uang yang beredar, maka inflasi bakal meningkat. Demikian juga sebaliknya, likuiditas yang menurun berdampak terhadap inflasi yang rendah.

Nah, kebijakan bank sentral terkait suku bunga acuan itu berdampak terhadap likuiditas. Kenaikan suku bunga akan berdampak terhadap peningkatan bunga deposito di perbankan dan imbal hasil surat berharga negara (SBN).

Situasi tersebut pada gilirannya mendorong masyarakat untuk lebih memilih menyimpan dananya ketimbang menghabiskan untuk konsumsi. Dengan kata lain, tingkat permintaan terhadap barang dan jasa akan menurun.

Saat permintaan itu melandai, lantas berdampak terhadap harga barang dan jasa yang rendah, dan inflasi pun pada akhirnya terkendali

Pada saat sama, kenaikan suku bunga acuan juga berdampak terhadap peningkatan suku bunga kredit atau pinjaman yang lebih mahal. Itu pada gilirannya juga meredam hasrat masyarakat untuk berbelanja, atau mencegah perusahaan dalam melakukan ekspansi usaha.

Dengan kenaikan suku bunga acuan, maka barang yang biasa dibeli oleh konsumen maupun perusahaan dengan kredit akan menjadi lebih mahal. Misalnya, jika bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) lebih mahal, maka orang mungkin akan menunda beli rumah.

Bagi perusahaan, kenaikan suku bunga juga akan menjadi beban. Contohnya, keinginan untuk menambah kendaraan roda empat untuk operasional. Dengan suku bunga acuan yang naik, yang membuat biaya kredit lebih mahal, realisasi keinginan itu kemungkinan dipertimbangkan ulang atau ditunda.

Kenaikan biaya pinjaman ini melemahkan inflasi. Ketika bunga kredit menjadi lebih mahal, maka permintaan untuk barang dan jasa akan lebih sedikit. Meskipun harga barang dan jasa belum tentu turun, tapi tingkat inflasi biasanya akan melandai.

Related Topics