FINANCE

Bank Sentral Tiongkok Perdana Pangkas Suku Bunga Acuan, Ada Apa?

Penurunan suku bunga acuan setahunan 3,80 persen.

Bank Sentral Tiongkok Perdana Pangkas Suku Bunga Acuan, Ada Apa?Warga mengunjungi Tembok China pada liburan Hari Nasional menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di Beijing, China, Jumat (1/10/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter/foc/cfo

by Luky Maulana Firmansyah

22 December 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Bank sentral Tiongkok memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan pinjaman (loan prime rate/LPR) untuk kali pertama dalam 20 bulan terakhir. Ada apa dengan perekonomian negara tersebut?

Melansir CNN, Rabu (22/12), bank sentral Tiongkok menurunkan suku bunga acuan setahunan sebesar 5 basis poin menjadi 3,80 persen. Pemangkasan tersebut merupakan kali pertama sejak April tahun lalu. Namun, suku bunga acuan lima tahunan tetap 4,65 persen.

“Pemotongan itu memperkuat pandangan kami bahwa pihak berwenang semakin terbuka untuk memangkas suku bunga di tengah tantangan ekonomi yang membayangi," kata Xing Zhaopeng, ahli strategi senior Tiongkok di ANZ.

Pemangkasan suku bunga merupakan mekanisme kebijakan yang memungkinkan pengurangan biaya pinjaman atau kredit perbankan. Pada gilirannya, hal itu dapat menstimulus konsumen rumah tangga maupun perusahaan untuk berbelanja atau berinvestasi.

Kepada Reuters, Mark Williams, kepala ekonom Asia di Economics, bahkan memprediksi bank sentral Tiongkok akan melanjutkan pemotongan mencapai 45 basis poin selama tahun depan.

Akibat perekonomian melambat

Melalui pemangkasan suku bunga, pemerintah Tiongkok disebut ingin mendorong perekonomian yang melambat akibat sejumlah perkara seperti pembatasan pandemi COVID-19, krisis properti, aktivitas industri yang terhambat akibat kekurangan energi, dan pengawasan yang keras terhadap dunia usaha. 

Data pemerintah minggu lalu menunjukkan harga perumahan turun tiga bulan berturut-turut pada November—sebuah tanda bahwa krisis properti yang berlangsung terus berlanjut. Indeks penjualan ritel juga terdampak oleh pelaksanaan karantina wilayah.

Pada pertemuan ekonomi utama awal bulan ini, pemerintahan Tiongkok mengatakan "memastikan stabilitas" akan menjadi prioritas utama di tahun mendatang. Demi mengadang meningkatnya risiko ekonomi, para pembuat kebijakan berjanji untuk menjaga berbagai kebijakan—termasuk moneter—tetap fleksibel. Mereka juga khawatir tentang prospek pertumbuhan.

Pekan lalu, bank sentral Tiongkok menurunkan rasio persyaratan pencadangan untuk sebagian besar bank hingga setengah poin persentase. Langkah itu—yang bakal mengurangi jumlah uang yang harus disimpan bank sebagai cadangan—diperkirakan akan mengeluarkan sekitar US$188 miliar untuk pinjaman rumah tangga dan bisnis.

Berkebalikan

Kebijakan bank sentral Tiongkok ini juga berkebalikan dengan tren negara lain. Saat ini tak sedikit bank sentral negara dunia yang justru menaikkan suku bunga demi memitigasi risiko inflasi.

Terbaru, bank sentral Inggris. Untuk kali pertama lembaga itu menaikkan suku bunga acuan dalam tiga tahun terakhir menyusul seruan untuk mengatasi lonjakan harga barang. Dalam pengumumannya pada Kamis (16/12), lembaga tersebut menaikkan suku bunga menjadi 0,25 persen dari sebelumnya 0,1 persen.

Bank sentral Korea Selatan pada akhir November juga menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 0,25 basis poin menjadi 1,00 persen. Keputusan ini merupakan kali kedua. Sebab, sepanjang tahun lalu bank sentral mempertahankan suku bunga acuannya pada posisi 0,50 persen, terendah setidaknya sejak 2008.

Sementara itu, bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) berpeluang menaikkan suku bunga tahun depan. Mereka juga akan mengakhiri kebijakan pembelian surat utang atau obligasi selama pandemi COVID-19.