FINANCE

Sri Mulyani Beberkan Sejumlah Risiko Ekonomi Global 2022, Apa Saja?

Perekonomian dunia pada 2022 diperkirakan melambat.

Sri Mulyani Beberkan Sejumlah Risiko Ekonomi Global 2022, Apa Saja?Menkeu, Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, pada Jumat (13/9). (dok.Kemenkeu)

by Luky Maulana Firmansyah

16 December 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan kewaspadaannya perihal sejumlah risiko perekonomian global tahun depan. Berbagai perkara itu dapat menimbulkan dampak pada perekonomian negara-negara dunia termasuk Indonesia.

“Tahun depan seiring dengan ketidakpastian terutama di negara maju dan juga adanya dampak inflasi yang cukup tinggi maka kami melihat outlook 2022 untuk global economy tidak sebaik untuk tahun 2021,” kata Sri Mulyani dalam sebuah webinar, Rabu (15/12).

Dana Moneter Internasional (IMF), misalnya, memprediksi ekonomi dunia tahun depan hanya tumbuh 5,7 persen, turun dari perkiraan 5,9 persen pada 2021. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) proyeksinya bahkan lebih rendah: 4,9 persen pada 2021 menjadi 4,5 persen tahun depan.

Lalu, apa saja sejumlah risiko perekonomian global menurut Sri Mulyani tahun depan? 

1. Inflasi di negara maju dan kebijakan moneter

Kompleksitas perekonomian tahun depan terutama datang dari perkara inflasi di negara maju, yaitu Amerika Serikat (AS) dan kawasan ekonomi Uni Eropa. Per November 2021, tingkat inflasi AS mencapai 6,8 persen, melonjak dari 5,4 persen pada pertengahan tahun ini. Lalu, inflasi Uni Eropa mencapai 4,1 persen, naik dari 1,9 persen.

“Dengan inflasi tinggi AS akan melakukan tapering mungkin lebih dini dan lebih cepat. Dan itu dampaknya ke seluruh dunia. Demikian juga di Eropa tempat bank sentralnya juga akan dihadapkan pada opsi untuk melakukan penanganan inflasi melalui pengetatan moneter,” katanya.

Dalam bahan paparannya, dampak yang bisa muncul dari risiko ini adalah peningkatan volatilitas pasar keuangan seperti risiko penurunan arus modal, depresiasi mata uang rupiah, kenaikan imbal hasil (termasuk surat berharga negara), dan penurunan harga saham.

2. Perekonomian Tiongkok

Risiko juga bisa mencuat dari perekonomian Tiongkok, kata Sri Mulyani. Sebab, negara itu akan melakukan penyesuaian yang berdampak pada ekonomi regional maupun global.

Salah satu penyesuaian dilakukan untuk menanggapi krisis properti di negara tersebut. Perusahaan properti raksasa, Evergrande Group, tengah menghadapi krisis utang.

Pemerintahan Tiongkok juga akan mempercepat usaha menuju ekonomi hijau. Hal itu dilakukan dengan menyetop pembiayaan energi fosil, khususnya batu bara.

Sejumlah perkara itu diyakini akan berdampak pada terganggunya rantai pasok dalam negeri khususnya industri manufaktur dan penurunan permintaan terhadap barang ekspor mitra dagang kedua negara.