FINANCE

Subsidi Elpiji Makin Boros, Perbaikan Skema Penyaluran Kian Mendesak

Anggaran subsidi LPG 3 KG relatif terus naik sejak 2017.

Subsidi Elpiji Makin Boros, Perbaikan Skema Penyaluran Kian MendesakIlustrasi tabung gas LPG 3 kg. Shutterstock/ardiwebs
27 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali memastikan rencana perubahan skema penyaluran subsidi gas elpiji 3 kilogram akan dipersiapkan mulai 2021. Perubahan kebijakan ini kian mendesak lantaran anggaran subsidi gas melon tersebut semakin membengkak.

Sebagai catatan, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir telah beberapa kali menyampaikan rencana mengubah skema penyaluran elpiji subsidi 3 kg. Perubahan kebijakan distribusi ini dilakukan dari penyaluran yang bersifat tertutup menjadi terbuka atau berbasis target penerima.

Dalam konferensi pers secara daring, Senin (25/10), Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Soerjaningsih, mengatakan sesuai dengan kesepakatan bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, tahun ini kebijakan transformasi kebijakan subsidi elpiji akan dimulai. Namun, hal itu mesti mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.

“Kami telah membentuk tim lintas Kementerian/Lembaga untuk menyusun konsep regulasi dan nanti pelaksanaannya. 2021 adalah tahun persiapan untuk menuju transformasi subsidi elpiji 3 kg ini,” kata Soerjaningsih.

Data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menyebutkan, sejak 2017, anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai subsidi elpiji memang kian membesar (dan terus membebani keuangan negara). Subsidi elpiji ini masuk dalam pos subsidi energi, bersama dengan subsidi BBM tertentu dan listrik.

Pada 2017, misanya, realisasi anggaran subsidi elpiji baru mencapai Rp38,7 triliun. Namun pada 2019, realisasi subsidi itu menjadi Rp54,2 triliun, atau meningkat 40,1 persen.

Anggaran subsidi elpiji sempat turun pada 2020, diduga karena perekonomian melambat terdesak efek pandemi Covid-19. Menurut data LKPP, realisasi subsidi tahun lalu hanya Rp32,8 triliun, atau turun 39,5 persen secara tahunan.

Namun, tahun ini anggaran subsidi elpiji kembali meningkat dengan perkiraan realisasi Rp49,9 triliun. Bahkan, di tengah upaya persiapan menuju perubahan kebijakan, pada 2022 anggaran subsidi gas melon juga melejit 32,9 persen menjadi Rp66,3 triliun.

Pada 2017–2022, rata-rata pertumbuhan tahunan subsidi gas melon mencapai 17,8 persen. Pada kurun sama, kenaikan total anggaran subsidi energi hanya 10,8 persen. Ini artinya ketika pemerintah menaikkan belanja subsidi energi, biaya subsidi untuk elpiji akan naik lebih tinggi.

Konsumsi naik, tapi tak tepat sasaran

Ilustrasi tabung LPG 3 kg
Ilustrasi tabung LPG 3 kg. Shutterstock/Ani Fathudin

Jika dicermati, kenaikan anggaran subsidi elpiji bisa jadi wajar karena bersamaan juga dengan peningkatan total belanja subsidi energi. Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, kenaikan anggaran subsidi elpiji sejalan dengan peningkatan konversi energi tersebut dari minyak tanah.

Pemerintah sejak 2007 mendorong masyarakat untuk beralih dari minyak tanah ke elpiji. Dengan begitu,  secara bertahap anggaran untuk subsidi minyak tanah dikurangi oleh pemerintah dan pada saat bersamaan jatah subsidi elpiji ditambah. 

Sebagai gambaran, berdasarkan data Nota Keuangan beserta RAPBN 2022, pemerintah tahun depan memberikan kuota subsidi elpiji 3 kg sebesar 8,0 juta metrik ton, naik dari 7,5 metrik juta ton pada outlook tahun ini. Sementara, anggaran minyak tanah turun dari 0,5 juta kiloliter menjadi 0,48 juta kiloliter.

Komaidi menambahkan, kenaikan anggaran diperkirakan juga disebabkan harga bahan baku elpiji yang naik. Berdasarkan catatannya, harga bahan baku elpiji dengan kontrak Aramco saat ini mencapai Rp14 ribu per kg.

“Nah itu yang menyebabkan kenapa kok (anggaran) naik terus. Pertama volumenya memang naik terus dan di 2022 ini terutama berkaitan dengan harga energi primer terutama bahan baku elpiji yang memang juga naik,” katanya kepada Fortune Indonesia, Selasa (26/10).

Masalahnya, lanjut Komaidi, anggaran subsidi elpiji ini juga membengkak akibat tidak memiliki kriteria penerima yang jelas. Seharusnya, target penerima subsidi elpiji ini adalah masyarakat kelas bawah. Namun, kenyataannya semua kalangan dapat mengakses lantaran penyalurannya yang bersifat terbuka.

“Kami ReforMiner Institute sudah lama sebenarnya mendorong subsidi elpiji itu diberikan langsung ke orang dan bukan subsidi barang,” katanya. “Kalau subsidi barang ya pasti ketika ada dua harga yang berbeda orang akan mencari yang lebih murah karena kualitasnya sama.”

Memang tak mengherankan jika banyak kelas masyarakat yang ingin menikmati subsidi elpiji tersebut. Sebagai gambaran, harga gas elpiji 3 kg saat ini maksimal Rp22.000 per tabung atau sekitar Rp7.000an per kg. Bandingkan dengan harga gas elpiji 12 kg yang Rp150 ribu per tabung atau Rp12.500 per kg. Selisih harga Rp5000-an per kg ini jelas menggoda.

Kajian Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada Maret 2021 bahkan menyebut kini terdapat 57 juta tabung elpiji 3 kg yang beredar di masyarakat. Puluhan tabung elpiji itu digunakan 50 juta rumah tangga.

Padahal, menurut TNP2K, jumlah keluarga penerima manfaat yang berhak mendapatkan subsidi elpiji hanya 31,40 juta. Artinya 25,6 juta keluarga sebenarnya tidak berhak, tapi memanfaatkannya.

Lembaga itu pun membuat simulasi penghematan subsidi elpiji. Jika diasumsikan anggaran subsidi elpiji mencapai Rp75,2 triliun untuk 57 juta tabung, maka dengan adanya pengurangan jumlah keluarga yang tidak berhak menerima, ada potensi penghematan keuangan negara sebesar Rp58,3 triliun bagi 31,4 juta keluarga penerima.

Tinggal menunggu keputusan politik

Warga antri membeli tabung LPG 3 Kg di Pekanbaru, Riau
Warga antri membeli tabung LPG 3 Kg di Pekanbaru, Riau. Shutterstock/Arief Budi Kusuma

Related Topics