FINANCE

LPEM UI: Ekonomi RI 2022 Kembali Normal ke Era Sebelum Pandemi

Harga komoditas masih berkontribusi terhadap pemulihan.

LPEM UI: Ekonomi RI 2022 Kembali Normal ke Era Sebelum PandemiDeretan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (25/4/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
06 May 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Ekonomi dalam negeri tahun ini diperkirakan akan kembali normal ke era sebelum Covid-19 mewabah. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB-UI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi RI pada 2022 bisa mencapai 4,90 persen sampai 5,10 persen.

“Terlepas dari berbagai tantangan, kami masih berpendangan pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2022 akan kembali ke level pra-pandemi di kisaran 5,0 persen,” kata Ekonom sekaligus salah satu tim peneliti LPEM FEB UI, Teuku Riefky, dalam kajiannya yang diterima Fortune Indonesia, Jumat (6/5).

Memasuki 2022, Indonesia menghadapi pelbagai tantangan domestik dan internasional, kata Riefky. Faktor pull dari sisi permintaan telah mengakibatkan kenaikan daya beli seiring kenaikan aktivitas produksi, mobilitas masyarakat, dan permintaan masyarakat yang terpendam. Di sisi lain, faktor push dari peningkatan harga bahan baku menekan daya beli masyarakat.

Meski situasi tersebut belum berdampak terhadap angka inflasi sejauh ini, tekanan inflasi disinyalir sudah terlihat. Sebagai gambaran, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, inflasi inti tahunan pada Maret mencapai 2,37 persen, atau meningkat dari 1,21 persen periode sama 2021.

Sejumlah indikator ekonomi juga masih positif awal tahun ini. Realisasi investasi kuartal I 2022 yang tumbuh 28,5 persen secara tahunan (year on year / yoy) menjadi Rp282,4 triliun misalnya. Lalu, surplus neraca dagang tumbuh 20 persen menjadi US$9,44 miliar, terutama didorong oleh harga komoditas batu bara dan kelapa sawit (crude palm oil/CPO), meski di tengah krisis geopolitik di Eropa Timur.

Alhasil, secara khusus Riefky memperkirakan, ekonomi Indonesia kuartal pertama 2022 ini bakal tumbuh di kisaran 4,75 persen sampai 4,95 persen. Sebagai perbandingan, pada kuartal pertama tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia minus 0,70 persen (yoy).

Outlook ekonomi S&P

Pembangunan gedung bertingkat berlangsung di Jakarta, Selasa (9/11/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Pembangunan gedung bertingkat berlangsung di Jakarta, Selasa (9/11/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Standard and Poor’s (S&P) dalam laporan terbarunya juga memproyeksikan ekonomi Indonesia bakal tumbuh 5,1 persen tahun ini. Menurut lembaga pemeringkat ini, laju pemulihan akan terakselerasi usai tahun lalu tumbuh 3,7 persen, sedangkan pada 2020 terkoreksi 2,1 persen.

Sebagai informasi, pada 2019 atau era sebelum virus corona mewabah, ekonomi Indonesia sanggup tumbuh 5,02 persen.

S&P bahkan meningkatkan outlook Indonesia dari dari negatif menjadi stabil sekaligus mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB (Investment Grade), Rabu (27/4).

Outlook stabil ini mengindikasikan peningkatan sektor eksternal Indonesia, pemulihan ekonomi yang berlanjut selama dua tahun ke depan, dan kemajuan bertahap menuju konsolidasi fiskal pemerintah. Sedangkan, peringkat BBB berdasarkan pada prospek pertumbuhan ekonomi yang solid dan dinamika kebijakan yang berorientasi masa depan.

“Di tengah proses pemulihan ekonomi dan risiko global seperti konflik Rusia-Ukraina dan kenaikan inflasi global, kami bersyukur setelah dua tahun akhirnya outlook Indonesia ditingkatkan menjadi stabil dari sebelumnya negatif oleh S&P. Ini menandakan kepercayaan investor masih kuat terhadap kredibilitas kebijakan Pemerintah dan ketahanan ekonomi Indonesia,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam rilis kepada media, Jumat (29/04).

Airlangga menyebut keberhasilan pemerintah dalam menangani Covid-19, cakupan vaksinasi yang luas, peningkatan kekebalan kelompok, dan dampak yang lebih ringan dari varian Omicron telah mendorong pelonggaran pembatasan. Pada gilirannya, situasi tersebut menyokong normalisasi aktivitas ekonomi.

Indikator konsumsi sebagai pendorong utama produk domestik bruto (PDB) terlihat positif, terlebih jika menengok indeks penjualan ritel yang terus tumbuh serta indeks keyakinan konsumen (IKK) yang berada di level optimistis. Inflasi inti yang meningkat juga menyiratkan pemulihan permintaan.

Perbaikan permintaan tersebut mendorong kenaikan aktivitas dunia usaha. Ini dibuktikan dengan Purchasing Managers’ Index atau PMI manufaktur Indonesia mencapai ekspansif sejak September tahun lalu. Kredit perbankan juga tumbuh positf 6,33 persen pada Februari 2022.

Selain itu, beberapa sektor juga beroleh manfaat dari peningkatan harga komoditas.

“Ke depannya, pemerintah akan terus mengawasi berbagai risiko eksternal, terutama konflik Rusia-Ukraina yang berdampak terhadap kenaikan harga dan inflasi dengan terus menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.

Related Topics