FINANCE

Efek COVID-19 dan Hambatan Suplai, Ekonomi Jepang Menyusut Q3-2021

Ekonomi Jepang diperkirakan pulih seiring perbaikan pandemi.

Efek COVID-19 dan Hambatan Suplai, Ekonomi Jepang Menyusut Q3-2021Warga berjalan di area bisnis Tokyo Street Building. Shutterstock/VTT Studio
16 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Di luar ekspektasi banyak pihak, perekonomian Jepang pada kuartal ketiga tahun ini kembali terkoreksi atau tumbuh negatif. Masalah lonjakan kasus COVID-19 serta gangguan rantai pasok ditengarai menjadi penyebab pemulihan ekonomi negara ini tertahan.

Berdasarkan pengumuman dari kantor kabinet Jepang yang dikutip Associated Press, Senin (15/11), perekonomian Jepang pada Juli-September 2021 terkoreksi 3,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Padahal, pada kuartal kedua 2021, perekonomian negara ini sanggup tumbuh 0,4 persen.

Jepang di lingkup global menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketiga. Berdasarkan data Bank Dunia, nilai produk domestik bruto negara ini pada 2020 mencapai US$5,06 triliun. Peringkat pertama dan kedua diisi oleh Amerika Serikat dan Tiongkok dengan nilai PDB masing-masing US$20,94 triliun dan US$14,72 triliun.

Namun, nasib Jepang berbeda dengan keduanya. Perekonomian AS pada periode sama mampu tumbuh positif 2,0 persen secara tahunan. Sedangkan, Tiongkok perekonomiannya meningkat 4,9 persen.

Melansir Reuters, kontraksi ekonomi Jepang ini juga lebih buruk dari proyeksi pasar 0,8 persen.Secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq) perekonomian negara ini terkontraksi 0,8 persen—lebih dalam dari perkiraan koreksi 0,2 persen.

Konsumsi swasta turun, pabrik-pabrik lesu

Pemerintah Jepang sebenarnya tidak melaksanakan kebijakan karantina wilayah untuk membendung lonjakan kasus COVID-19. Akan tetapi, pemerintah menerapkan pembatasan secara berkala: bisnis diminta untuk menyesuaikan operasionalnya di bawah “keadaan darurat”.

Kebijakan itu berimbas pada kinerja konsumsi swasta yang merosot 1,1 persen secara kuartalan. Belanja modal juga menurun 3,8 persen dari kuartal sebelumnya.

Di saat sama Jepang juga harus menghadapi persoalan kekurangan chip komputer serta suku cadang untuk menunjang produksi kendaraan. Padahal, negara tersebut mengandalkan industri otomotif untuk ekspor. Ketergantungan terhadap sektor usaha inilah yang dinilai membuat ekonomi mereka rentan dari gangguan dengan perdagangan negara lain.

Perkara itu pun didukung oleh data. Kinerja ekspor Jepang pada periode sama turun 2,1 persen dari kuartal sebelumnya.

Stimulus untuk pemulihan

Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, pada Jumat (12/11) telah mengumumkan paket stimulus ekonomi senilai “beberapa puluh triliun yen”. Paket ini meliputi rencana untuk segera memperkuat industri chip. Sementara, pemerintahannya juga akan merumuskan strategi mengenai industri baterai—sebuah kunci bagi pertumbuhan ekonomi hijau.

Jepan pun berjanji memperluas kapasitas rumah sakit bagi pasien COVID-19 dan memberi bantuan keuangan. Pada sisi strategi vaksinasi, 76 persen populasi Jepang telah divaksinasi sepenuhnya. Namun, tetap ada kekhawatiran akan gelombang infeksi baru virus corona.

Meski demikian, beberapa analis skeptis mengenai dampak stimulus. Takeshi Minami, kepala ekonom di Norinchukin Research Institute, misalnya, mengatakan paket tersebut tidak akan berdampak banyak dalam jangka pendek lantaran fokusnya yang kabur: antara pemulihan jangka panjang atau pendek.

Minami memproyeksikan ekonomi akan rebound pada kuartal keempat. Namun, laju pemulihannya akan lambat karena tingkat konsumsi dimulai dengan tidak baik—meski pembatasan sudah dilonggarkan pada akhir September.

Takahide Kiuchi, kepala ekonom di Nomura Research Institute, juga mengatakan laju pertumbuhan ekonomi menuju pertengahan 2022 masih akan terhambat akibat sejumlah isu, terdiri dari: perlambatan ekonomi Tiongkok, kendalan pasokan, kenaikan harga energi, dan perlambatan di negara-negara Barat akibat inflasi.

Ekspor juga masih akan sulit, katanya. Dengan begitu, perekonomian Jepang hanya akan tumbuh moderat 1 sampai 2 persen pada kuartal kedua tahun depan. Perkiraan ini juga sudah mempertimbangkan efek stimulus.

Sementara, Naoya Oshikubo, ekonom senior di SuMi TRUST, mengatakan pemulihan ekonomi akan datang, khususnya dari dalam negeri, setelah virus corona terkendali. Sektor hiburan dan restoran yang sangat terpukul akan kembali membaik seiring lonjakan tajam pengeluaran konsumen.

Berdasarkan jajak pendapat dari Reuters, ekonomi Jepang diperkirakan akan tumbuh 5,1 persen secara tahunan pada kuartal keempat ini. Kondisi ini berkat aktivitas konsumen dan produksi mobil yang meningkat.

Related Topics