OJK: 28% Masyarakat Tak Dapat Bedakan Pinjol Legal dan Ilegal
29 persen masyarakat pakai pinjol untuk penuhi gaya hidup.
Jakarta, FORTUNE - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi menyampaikan, sekitar 28 persen dari masyarakat Indonesia tidak dapat membedakan antara pinjaman online (pinjol) legal terdaftar dan pinjol illegal.
Hal tersebut terungkap dalam hasil Riset dari No Limit Indonesia pada tahun 2021. Bahkan, dalam riset mencatat, kalangan masyarakat yang berprofesi sebagai guru paling banyak terjerat pinjol. Seperti diketahui, hingga Oktober 2022, hanya 102 pinjol yang telah terdaftar dan legal di OJK.
“28 persen masyarakat tidak bisa bedakan (pinjol). Dan siapa sih korban yang paling banyak, yaitu kelompok guru, korban PHK yang tidak ada uang dan belum tentu punya uang bulan depan, serta ibu rumah tangga,” jelas Friderica melalui konferensi pers OJK terkait Inklusi Keuangan di Jakarta, Jumat (7/10).
Lebih rinci dalam paparannya tercatat, profesi guru menempati porsi paling tinggi yang terjerat pinjol di 42 persen, disuse; korban PHK sebesar 21 persen, ibu rumah tangga 18 persen dan karyawan 9 persen.
29 persen masyarakat pakai pinjol untuk gaya hidup
Hal yang menarik lainnya yang ditemukan dari riset tersebut ialah 29 responden menggunakan pinjol hanya untuk gaya hidup, yakni sedekar membeli barang mewah hingga smartphone baru dan gawai terbaru. Sedangkan 21 persen responden lainnya mengaku meminjam dana di pinjol untuk menutup utang sebelumnya.
“Dirinya merasa ada penyelesaian yang instan atas problematikanya untuk pembayaran dan menutup utang lain misalnya,” kata Friderica.
Masih dari riset yang sama, lanjut Friderica, sekitar 43 persen responden bahkan memiliki aplikasi pinjol lebih dari satu jenis. Tak hanya itu, bahkan 7 persen diantaranya pernah menggunakan lebih dari 4 aplikasi dalam satu waktu.
OJK terus tingkatkan inklusi dan literasi Keuangan
Oleh karena itu, OJK terus berkomitmen untuk melakukan percepatan inklusi dan literasi keuangan masyarakat guna mendukung prioritas pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan mendorong pembangunan nasional.
Melalui kemudahan akses keuangan, masyarakat memiliki kesempatan untuk memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan secara lebih optimal dalam merencanakan keuangannya seperti untuk menabung, mendukung kegiatan usaha, berinvestasi dan melakukan proteksi aset atau jiwanya.
Untuk terus meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan jasa keuangan serta mendorong akselerasi penambahan jumlah rekening tabungan, OJK bersama dengan Kementerian/Lembaga beserta Lembaga Jasa Keuangan (LJK) menggelar Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2022 pada Oktober ini dengan tema “Inklusi Keuangan Meningkat, Perekonomian Semakin Kuat”.
Sejak tahun 2016, OJK menginisiasi bulan Oktober sebagai BIK yang diselenggarakan secara terintegrasi, masif, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia guna mendorong pencapaian target inklusi keuangan sebesar 90 persen pada tahun 2024 serta mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).