OJK Terbitkan 3 Aturan Penguatan Perbankan, Ini Rinciannya
3 POJK atur permodalan, inovasi produk hingga bank digital
Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan tiga peraturan sebagai upaya mendorong industri jasa keuangan. Ketiga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) itu ditujukan untuk penguatan perbankan agar lebih efisien, berdaya saing, adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, ketiga POJK ini diterbitkan untuk menyesuaikan kebutuhan seiring kondisi dinamika global serta perubahan landscape dan ekosistem perbankan. “Penyelenggaraan produk bank umum diharapkan semakin inovatif dan dinamis memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk aspek perlindungan konsumen,” kata Wimboh melalui keterangan resminya di Jakarta, Senin (23/8).
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana juga menjelaskan, ketiga POJK tersebut menekankan pentingnya akselerasi transformasi yang dapat menjadi insentif bagi bank dalam mendorong inovasi dan konsolidasi perbankan.
Tercatat, ketiga POJK itu adalah POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang bank umum, POJK No.13/POJK.03/2021 tentang penyelenggaraan produk bank umum, dan POJK No.14/POJK.03/2021 tentang Perubahan POJK No. 34/POJK.03/2018 tentang penilaian kembali pihak utama lembaga jasa keuangan.
1. Paraturan OJK tentang bank umum
Heru menyatakan, substansi pengaturan dalam POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang bank umum menitikberatkan kepada penguatan kelembagaan mulai dari persyaratan pendirian bank baru dan aspek operasional.
Hal tersebut mencakup antara lain penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank, jaringan kantor, pengaturan proses bisnis termasuk layanan digital ataupun pendirian bank digital, sampai dengan pengakhiran usaha.
Heru menjelaskan, dalam mendukung dan mempertegas konsolidasi perbankan, POJK Bank Umum ini bertujuan untuk mendukung efisiensi dan optimalisasi sumber daya bank dan lembaga jasa keuangan lain dalam kelompok usaha bank (KUB).
"Harapannya, konsolidasi perbankan dengan membentuk KUB dapat menjadi pilihan yang menguntungkan bagi bank, termasuk bank yang masih belum memenuhi modal inti minimum Rp3 triliun," kata Heru melalui video conference di Jakarta, Senin 23 Agustus 2021.
Dalam aturan ini, OJK juga mengubah aturan pengelompokan bank dari Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) menjadi Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti atau KBMI.
Tercatat, dalam KBMI 1 bank dengan modal inti sampai dengan Rp 6 triliun sedangkan KBMI 2 bank dengan modal intinya lebih dari Rp 6 triliun sampai dengan Rp 14 triliun.
Sementara itu untuk KBMI 3 adalah bank dengan modal inti sebesar Rp 14 triliun sampai dengan Rp 70 triliun. Sedangkan KBMI 4 ialah bank dengan modal inti lebih dari Rp 70 triliun.
Penguatan aturan kelembagaan tersebut juga dilakukan dengan peningkatan persyaratan modal menjadi sebesar Rp10 triliun untuk pendirian bank baru, baik dengan model bisnis bank tradisional, ataupun pendirian bank yang full digital. Selanjutnya, untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan secara efektif dan pengawasan yang lebih efisien, dalam POJK ini telah dilakukan redefinisi pengelompokan bank.
2. Peraturan OJK tentang Produk Bank Umum
Heru menyatakan, untuk POJK tentang penyelenggaraan produk bank umum menitikberatkan pada penguatan dalam perizinan dan penyelenggaraan produk bank dari semula menggunakan pendekatan modal inti (capital-based approval) menjadi pendekatan berbasis risiko (risk-based approval).
"Aturan ini juga menyasar aspek akselerasi transformasi digital yang memberikan ruang kepada bank untuk lebih inovatif dalam menerbitkan produk dan layanan digital tanpa mengabaikan aspek prudensial," kata Heru.
POJK ini mengatur mulai dari perencanaan, penyelenggaraan, hingga penghentian produk bank. POJK ini juga memberi ruang inovasi bagi bank umum untuk memenuhi tuntutan dan ekspektasi masyarakat akan produk bank sesuai dengan kebutuhannya (customer centric).
Upaya yang dilakukan OJK untuk percepatan proses perizinan produk bank, baik melalui penyederhanaan klasifikasi produk (dasar dan lanjutan) serta termasuk penyelenggaraannya antara lain melalui piloting review dan instant approval, semata untuk mendorong pengembangan inovasi produk dan layanan bank.
Dengan pendekatan perizinan baru ini, diharapkan bakal menciptakan level of playing field yang sama dalam industri perbankan, membuka ruang inovasi dalam pemanfaatan teknologi informasi, dan dapat dimanfaatkan untuk mendukung time to market produk bank yang lebih cepat, sehingga bank tetap dapat memiliki daya saing yang tinggi di tengah maraknya shadow banking berbasis IT.
Peraturan OJK tentang Penilaian Kembali Lembaga Jasa Keuangan
POJK ini berlaku untuk sektor perbankan, industri keuangan nonbank dan pasar modal, yang merupakan amandemen dari POJK existing mengenai Penilaian Kembali bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sebagaimana diatur dalam POJK No. 34/POJK.03/2018.
Amandemen tersebut dititikberatkan untuk lebih memperkuat upaya penanganan permasalahan LJK melalui penambahan cakupan permasalahan serta upaya dalam percepatan penanganan permasalahan. Dengan demikian, lembaga jasa keuangan senantiasa dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan, antara lain mencakup aspek integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan atau kompetensi.