FINANCE

Perkuat Manajemen Krisis, OJK Kerja Sama Dengan Australia dan Jepang

Pandemi ciptakan peluang dan risiko bagi sektor keuangan.

Perkuat Manajemen Krisis, OJK Kerja Sama Dengan Australia dan Jepangsource_name
06 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat kerja sama dengan The Australian Prudential Regulation Authority (APRA) dan Japan Financial Services Agency (JFSA) untuk semakin meningkatkan kapasitas pengaturan dan pengawasan serta pengembangan industri jasa keuangan. 

Penandatanganan MoU dengan APRA tentang Mutual Co-operation in Banking and Insurance Supervision ini juga meliputi kerja sama manajemen krisis keuangan, peningkatan kapasitas, pertukaran informasi, cross-border establishment dan pengawasan berkelanjutan. 

Sedangkan, kelanjutan kerja sama dengan JFSA melalui penandatangan Exchange of Letter (EoL) tentang Innovation in the Financial Sector dilakukan sebagai upaya optimalisasi inovasi digital di sektor jasa keuangan. Mencakup mekanisme rujukan antara financial innovator dan otoritas terkait, potensi proyek inovasi bersama, kerja sama antara industri FinTech, dan pertukaran informasi. 

“Sektor keuangan saat ini sudah sangat berkembang sehingga permintaan konsumen akan produk dan jasa meningkat lebih cepat. Oleh karena itu, adopsi teknologi inovasi oleh lembaga keuangan dan kerja sama lintas negara perlu dilakukan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso melalui keterangan resmi di Jakarta, Minggu (5/6). 

Pandemi ciptakan peluang dan risiko bagi sektor keuangan

Selain penandatangan MoU dan EoL, OJK juga menggelar diskusi secara virtual membahas isu terkini sektor keuangan bertemakan “Embracing the Ineviable: New Financial Sector’s Landscape” dengan beberapa pimpinan lembaga internasional. 

Dalam diskusi itu mengemuka pembahasan bahwa pandemi Covid-19 telah mengubah perilaku konsumen ke arah yang lebih efisien, berkelanjutan, dan terdigitalisasi di semua aspek kehidupan. Perubahan tersebut memberikan peluang sekaligus memunculkan berbagai jenis risiko bagi sektor keuangan. 

“Saya yakin inilah saat yang tepat bagi kita untuk saling belajar dari pengalaman masing-masing dalam menyikapi perubahan dan dinamika tersebut,” kata Wimboh dalam pembukaan diskusi itu. 

Selain itu, tantangan global yang signifikan seperti perubahan iklim, ketegangan geopolitik, perubahan tren demografi, dan peraturan yang berkembang juga akan berdampak signifikan pada sektor keuangan dalam jangka menengah hingga panjang. Tren dan perkembangan makro tersebut menjadi penting bagi otoritas keuangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Stabilitas keuangan RI masih terjaga

Lebih lanjut, Wimboh menjelaskan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia terjaga dengan baik dengan indikator yang bertumbuh kuat sehingga berkontribusi pada proses pemulihan ekonomi Indonesia. 

Hal ini terlihat dari fungsi intermediasi perbankan pada April 2022 yang mencatatkan tren positif dengan pertumbuhan kredit 9,10 persen (yoy) dengan semua kategori debitur mencatatkan peningkatan, terutama UMKM dan ritel.  

Kinerja perusahaan multifinance juga terus membaik, ditunjukkan dengan pembiayaan yang tumbuh 4,51 persen (yoy) dengan NPF yang menurun di level 2,7 persen. 

Sementara itu, inflasi global dan normalisasi kebijakan moneter pun masih memberikan tekanan pada pasar modal domestik. Portofolio obligasi pemerintah non-residen mencatat net sell (ytd) sebesar Rp103,54 triliun, sementara pasar Ekuitas mencatat net buy (ytd) sebesar Rp62,91 triliun per 20 Mei 2022. 

Wimboh mengatakan, OJK akan terus menjalin kerja sama dengan Pemerintah dan lembaga berwenang dalam percepatan pemulihan perekonomian global. 

Tak hanya itu, OJK juga menerapkan kehati-hatian untuk menjaga stabilitas sistem keuangan serta memastikan perlindungan konsumen, memitigasi risiko dan mengawasi kepatuhan industri terhadap peraturan yang ada.

Related Topics