11 January 2023
Jakarta, FORTUNE - Kinerja industri perbankan selama 2022 terjaga baik dan tumbuh positif serta mampu menahan tekanan perekonomian global. Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan sejumlah strategi di 2023.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. Menurutnya, solidnya kinerja perbankan tersebut tidak terlepas dari pengawasan dan juga dukungan kebijakan fiskal maupun moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
"OJK optimis bahwa kondisi perbankan akan tetap terjaga dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, meskipun perlu diwaspadai risiko di tengah ketidakpastian global yang dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi," kata Dian melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Rabu (11/1).
Berdasarkan data OJK, pada November 2022 kredit perbankan tumbuh 11,16 persen (yoy) sedangkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 8,78 persen (yoy).
Dian menyebut, tingkat pertumbuhan kredit dan DPK tersebut telah mencatatkan tingkat pertumbuhan yang melebihi level pra-pandemi Covid-19 dengan indikator risiko perbankan yang terjaga.
Likuiditas terjaga, NPL kisaran 2,65%
Perkembangan perbankan yang baik juga tercermin dari kondisi likuiditas yang ample tercermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 134,97 persen dan 30,42 persen.
"Rasio likuiditas tersebut masih jauh di atas threshold, walaupun lebih rendah dari periode tahun lalu karena akselerasi penyaluran kredit dan kebijakan kenaikan rasio GWM," kata Dian.
Ia menyebut, permodalan bank juga tergolong kuat dan diyakini mampu menyerap risiko yang dihadapi dengan CAR sebesar 25,49 persen. Risiko kredit juga cenderung menurun tercermin dari rasio NPL baik gross dan nett masing-masing sebesar 2,65 persen dan 0,75 persen, sementara itu Loan at Risk sebesar 15,12 persen.
"Penurunan risiko kredit tersebut antara lain disebabkan membaiknya kualitas kredit yang direstrukturisasi dampak Covid-19," kata Dian.
Ini risiko yang perlu diwaspadai bank
Meski stabilitas sistem keuangan saat ini terjaga baik namun perlu dicermati risiko di tengah ketidakpastian global yang dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Beberapa risiko yang perlu diwaspadai perbankan antara lain scarring effect pandemi Covid-19, kenaikan yield surat berharga, potensi depresiasi Rupiah dan penurunan likuiditas.
Untuk itu, OJK akan terus melakukan penguatan early warning system yang didukung dengan teknologi informasi sehingga dapat lebih awal mendeteksi permasalahan keuangan. Setelah itu, OJK bisa melakukan tindakan pengawasan secara lebih dini sebelum permasalahan tersebut berlarut-larut dan menjadi besar.
OJK terus dorong konsolidasi bank
Sejalan dengan program tersebut, OJK juga melanjutkan konsolidasi perbankan terutama terhadap perbankan syariah, Bank Pembangunan Daerah dan BPR/BPRS.
Konsolidasi BPD dilakukan melalui pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) Terintegrasi, yaitu dengan Bank berskala besar sebagai Bank Induk yang dapat memenuhi kebutuhan likuiditas dan permodalan. Dian menyebut, dengan KUB tercipta sinergi dalam perluasan produk dan layanan perbankan, penguatan tata kelola dan infrastruktur (teknologi dan SDM), peningkatan customer base.
Sedangkan akselerasi konsolidasi BPR/BPRS dilakukan melalui skema penggabungan usaha, pembentukan holding dengan kepemilikan yang sama, serta pembentukan Anchor Bank bagi BPR/BPRS milik Pemda.
OJK juga mendorong pemilik BPR/BPRS untuk melakukan self-liquidation bila tidak mampu mengembangkan BPR/BPRS dan implementasi exit policy.