MARKET

Kasus Evergrande Tidak Berdampak Buruk pada Sektor Properti Indonesia

Andai terjadi, tidak lebih dari sekedar kekhawatiran sesaat.

Kasus Evergrande Tidak Berdampak Buruk pada Sektor Properti IndonesiaIlustrasi properti. (ShutterStock_sommart sombutwanitkul)
28 September 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kasus Evergrande memang tidak memiliki dampak langsung pada perekonomian di Indonesia. Namun demikian, secara psikologis, kejadian yang menimpa perusahaan properti asal Tiongkok ini memunculkan perilaku hati-hati di pihak investor dalam negeri. Akibatnya, pasar surat utang di Indonesia agak sedikit tertahan.

Hal ini disampaikan Fikri C. Permana, analis Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), kepada Fortune Indonesia pada Senin (27/9). Menurutnya, situasi yang dialami Evergrande tidak hanya berpengaruh pada sektor properti global, tapi juga berpengaruh hingga ke surat utang korporasi secara global. “Penurunannya cukup tajam ya, baik dari bond maupun stock-nya juga. Dua-duanya kena sih,” ujarnya.

Namun demikian, menurut Fikri, sektor properti di Indonesia tidak begitu terpengaruh oleh kondisi Evergrande. Menurutnya, yang akan dominan adalah kekhawatiran sesaat. Harga properti maupun tingkat permintaan di Indonesia tidak terdampak karena perbedaan bentuk bisnis.

“Di Evergrande, yang jadi sumber pendanaan maupun nasabah mereka basisnya di dalam negeri. Saya pikir ini enggak ada hubungan langsung antara bisnis mereka dengan situasi di Indonesia. Jadi, harusnya dampaknya enggak terlalu ke sektor properti kita,” ujar Fikri.

Perbedaan situasi properti di Tiongkok dan Indonesia

Menurut Fikri, kasus Evergrande diperburuk karena rumah menjadi bentuk tabungan dan investasi masyarakat. Jadi, ketika situasi bisnis properti jeblok, maka hal ini akan berpengaruh pada total aset yang dimiliki. Sedangkan, di Indonesia, rumah bukan tujuan utama investasi. “Rumah kurang liquid. Beda dengan Tiongkok,” kata Fikri.

Evergrande, ucap Fikri, bentuk investasinya juga lebih mengarah ke bangunan bertingkat seperti apartemen. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia yang lebih mengarahkan investasinya ke rumah tapak.

Perkiraan pasar properti ke depan

Terkait pasar properti di Indonesia, Fikri berpendapat bahwa permintaan terhadap bangunan bertingkat memang akan sedikit tertahan. Tidak dapat dipungkiri, hal ini dipengaruhi oleh masalah Evergrande dan kebiasaan masyarakat Indonesia yang menjadikan bangunan bertingkat sebagai investasi.

Sedangkan, cara pandang yang berbeda diterapkan pada rumah tapak yang memang lebih umum dipilih oleh khalayak luas. Untuk pilihan ini, menurut Fikri tergantung permintaan tersebut datang dari kelas mana. “Kalau melihat situasi sekarang, kelas menengah ke bawah pendapatannya agak volatile dan risikonya lebih tinggi. Jadi mungkin permintaannya akan sedikit tertahan,” kata Fikri.

Namun, tidak demikian dengan kelas menengah ke atas yang tabungannya tumbuh cukup signifikan selama pandemi. Kondisi ini membuat permintaan rumah yang harganya berkisar antara Rp1 miliar-Rp5 miliar diperkirakan akan bertumbuh positif.

“Hal ini terlihat dari likuiditas yang masih sangat baik dengan tabungan di atas Rp2 miliar, bahkan bertambah saat pandemi. Ini jadi pendorong baru untuk sektor properti sementara waktu ini. Selain itu orang juga memanfaatkan PPnBM (Pajak Penjualan barang Mewah),” kata Fikri.

Related Topics