Kripto Jadi Alat Cuci Uang Kotor para Koruptor, Ini Kata IMF
Studi IMF: penggunaan kripto lebih tinggi di negara korup
11 April 2022
Jakarta, FORTUNE - Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan rekomendasi untuk meningkatkan regulasi perdagangan mata uang kripto. Studi terbarunya menunjukkan terjadi perluasan penggunaan aset digital di negara-negara yang dianggap korup atau dengan pembatasan keuangan yang parah.
Dilansir dari Bitcoinist pada Senin (11/4), aset kripto membuka banyak kemungkinan. Di antaranya, warga negara dapat memanfaatkannya untuk melemahkan kekuasaan pemerintah dengan menghindari pembatasan perdagangan resmi.
Selain itu, aset tersebut dapat mendorong aktivitas terlarang dengan membantu penjahat menghindari penyelidikan. Dengan menghilangkan perantara, aset kripto mampu mendatangkan malapetaka pada infrastruktur keuangan yang ada dan merusaknya.
Memindahkan uang kotor secara digital
Studi yang dilakukan terhadap 55 negara itu menunjukkan bahwa aset kripto dapat digunakan untuk mentransfer “hasil korupsi atau menghindari kontrol modal”. Survei yang menyasar 2.000 hingga 12.000 responden dari masing-masing negara itu mengajukan pertanyaan mengenai penggunaan atau kepemilikan aset digital pada 2020.
IMF sempat menyerukan peraturan kripto yang lebih konsisten melintasi perbatasan internasional. IMF pun pernah menerbitkan artikel yang mencatat bagaimana kripto berinteraksi dengan sistem keuangan tradisional dan pembuat kebijakan merasa sulit untuk memantau risiko interaksi ini karena kurangnya peraturan.
IMF menyarankan sektor kripto harus diatur secara global, serta merekomendasikan lisensi untuk penyedia layanan kripto. Di samping itu, pedoman dan persyaratan yang jelas diperlukan untuk lembaga keuangan teregulasi yang terpapar kripto. IMF menyatakan beroleh data dasar tentang penggunaan bitcoin dari informasi yang dikumpulkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Statista dari Jerman.
Dikutip dari Reuters, Senin (11/4) tindakan pidana pencucian uang menggunakan aset kripto mencapai US$8,6 miliar atau Rp123 triliun tahun lalu. Aset digital ini diperoleh dari peretasan atau tindak pidana lainnya.
"Angka itu naik 30 persen dibandingkan 2020," kata perusahaan analisis blockchain Chainalysis. Secara keseluruhan, tindakan pencucian uang menggunakan kripto lebih dari US$33 miliar atau Rp473 triliun sejak 2017.
Menurut Chainalysis, pelaku membidik bursa terpusat. Adapun kisaran 17 persen dari US$8,6 miliar aset kripto yang masuk kategori tindak pidana pencucian uang (TPPU) tahun lalu, dijalankan di aplikasi keuangan terdesentralisasi. Angka ini naik dari hanya 2 persen pada 2020.
Mengatur alih-alih bertempur
“Strategi terbaik bukanlah untuk bertarung tetapi untuk mencari tahu bagaimana mengatur bitcoin secara efektif,” kata penelitian IMF.
“Penduduk dari negara-negara dengan sektor perbankan tradisional yang berkembang dengan baik mungkin cenderung tidak merasakan kebutuhan akan cryptocurrency,” para peneliti menyimpulkan dalam laporan.
Ditemukan pula banyak alasan mengapa mata uang virtual satu negara mungkin lebih populer daripada mata uang lainnya.
Salah satu faktor, yakni karena inflasi yang tinggi cryptocurrency populer seperti bitcoin mungkin lebih stabil daripada mata uang asli. Dan karena fakta bahwa negara-negara miskin biasanya memiliki kontrol modal yang lebih ketat— langkah-langkah yang membatasi pergerakan dana asing masuk dan keluar dari ekonomi negara itu—cryptocurrency juga dapat digunakan untuk menghindari pajak dan pembatasan. IMF menyatakan bahwa temuannya patut diperhatikan, tetapi harus ditafsirkan dengan hati-hati.
Regulasi cryptocurrency
Meskipun belum ada kerangka kerja regulator global untuk kripto, beberapa negara telah menggandakan upaya mereka untuk mengatur kripto. Di Inggris, Financial Conduct Authority (FCA) baru-baru ini mengumumkan bahwa lima perusahaan telah ditambahkan ke daftar penyedia layanan kripto yang disetujui di negara tersebut.
Sejak 2020, pengawas Inggris telah mengamanatkan penyedia layanan kripto berlisensi di negara itu sebelum beroperasi, dan perusahaan-perusahaan yang tidak terdaftar secara resmi hingga 31 Maret, akan dipaksa untuk ditutup.
Demikian pula, AS saat ini bekerja untuk menyediakan kerangka peraturan yang lebih jelas, tetapi masih berjuang untuk memberikan kejelasan yang diperlukan. Presiden Joe Biden pada Rabu (9/3) waktu setempat telah resmi menandatangani perintah eksekutif soal kripto. Perintah tersebut mengarahkan badan-badan di seluruh pemerintah federal untuk mengoordinasikan upaya untuk mengukur manfaat dan risiko yang ditimbulkan oleh kepemilikan cryptocurrency. Tak hanya itu, Uni Eropa (UE) juga mengambil langkah maju dalam memberikan panduan tentang bagaimana aset digital harus diatur.
Di Indonesia, aset kripto merupakan komoditi yang diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Aset kripto dapat diperdagangkan sebagai komoditas di Indonesia, tetapi tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Perdagangan aset kripto di Indonesia akan mulai dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang akan berlaku mulai 1 Mei 2022. Adapun tarif PPN yang dikenakan ialah 0,11 persen dari nilai transaksi kripto