MARKET

ESDM Inventarisasi PLTU untuk Uji Coba Perdagangan Karbon

PLTU akan diberikan kuota atau batas emisi.

ESDM Inventarisasi PLTU untuk Uji Coba Perdagangan KarbonANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

by Hendra Friana

02 December 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menetapkan kuota emisi gas rumah kaca untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam rangka uji coba perdagangan karbon di Indonesia. 

Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Wanhar mengatakan, saat ini pihaknya masih menginventarisasi pembangkit mana saja yang akan disasar dalam uji coba mekanisme cap and trade tersebut.

Jika PLTU yang ditetapkan menghasilkan emisi melebihi kuota yang ditentukan, maka mereka diharuskan melakukan offset dengan membeli kuota yang tidak terpakai PLTU lain atau membeli kredit karbon di bursa berjangka.

"Akan ada potensi insentif yang diterima PLTU yang (emisi) pembangkitnya di bawah cap," ujarnya dalam diskusi Indonesia Carbon Forum secara daring, Rabu (1/12).

Selain itu, kementerian juga tengah mengkaji besaran kuota emisi untuk masing-masing PLTU tersebut. Rencananya, pengelompokan akan didasarkan pada kapasitas pembangkit masing-masing.

Saat ini, kata Wanhar, pemerintah mengelompokkan PLTU berdasarkan kapasitas di atas 100 Megawatt (MW) serta teknologi yang digunakan. Misalnya, PLTU dengan kapasitas di atas 400 MW ditetapkan cap sebesar 0,918 ton per megawatt hour (MWh). PLTU dengan kapasitas 100–400 MW dikenakan nilai batasan emisi 1,013 ton CO2 per MWh. Terakhir, PLTU Mulut Tambang 100–400 MW dengan nilai cap mencapai 1,94 ton CO2 per MWh.

Selain itu, ada pula kemungkinan perluasan kelompok untuk PLTU berkapasitas di bawah 100 MW serta 400 MW hingga 1.000 MW.

"Kami akan diskusikan apakah nanti akan dibentuk lagi grup keempat cap untuk PLTU di bawah 100 MW, di mana selain milik pelaku usaha pembangkit listrik, ada juga pembangkit-pembangkit yang dioperasikan industri, seperti industri semen, kertas, atau industri lain yang menggunakan PLTU batu bara ini," jelasnya.

Rencana Perluasan

Wanhar mengatakan manuver untuk memperluas objek kuota karbon itu ditargetkan untuk mempercepat ekosistem perdagangan karbon dalam negeri.

Rencana jangka pendek yang ditargetkan adalah seluruh unit PLTU di Tanah Air ikut berpartisipasi dalam perdagangan karbon, seiring dengan komitmen global untuk menekan emisi gas buang.

“Saat ini dalam diskusi [perluasan pajak karbon] di migas, di kilang-kilang, atau nanti langsung loncat ke transportasi. Saya tidak bisa sampaikan ini, karena memang ada Kementerian Perhubungan yang kompeten untuk menjawab, tapi paling tidak di bidang migas setelah PLTU,” kata dia.

Selain instrumen perdagangan, pengembangan pasar karbon di Indonesia juga akan dilengkapi instrumen non-perdagangan yakni penerapan pajak karbon dan pendanaan melalui pembayaran berbasis kinerja (result base payment) atau pembayaran untuk pihak yang melakukan pengurangan CO2.

“Kita memiliki Badan Layanan Umum (BLU), Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), yang mengelola dana untuk bisa mendukung perdagangan maupun non-perdagangan dalam instrumen pengembangan harga karbon, yang akan menjadi fokus dan melihat semua negara,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu.