MARKET

Minyak Bisa Naik ke US$140 per Barel jika Harga dari Rusia Dibatasi

Upaya batasi harga minyak Rusia tuai beragam kritik.

Minyak Bisa Naik ke US$140 per Barel jika Harga dari Rusia DibatasiShutterstock/ Alexandros Michailidis
20 July 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Upaya Amerika Serikat (AS) menggalang dukungan untuk membatasi harga minyak mentah asal Rusia terus bergulir meski diterpa berbagai macam kritik. Langkah yang didorong untuk mengerem pemasukan Rusia itu juga menjadi salah satu upaya AS untuk mengendalikan lonjakan inflasi yang menyiksa konsumen BBM di berbagai negara.

Gal Luft, pengamat dari Institut Analisis Keamanan Global, mengatakan bahwa upaya pembatasan harga tersebut konyol lantaran minyak merupakan komoditas yang dapat dipertukarkan. Ia mengibaratkannya seperti konsumen yang pergi ke toko dan meminta penjual untuk menerima uang lebih sedikit atas harga suatu barang yang dijual. 

“Anda tidak bisa menipu hukum penawaran dan permintaan, dan Anda tidak bisa menentang hukum gravitasi ketika menyangkut komoditas yang sepadan,” katanya dalam acara “Squawk Box Asia” CNBC.

Luft memprediksi bahwa jika pasar membatasi harga minyak Rusia, negara itu akan membatasi produksi minyaknya dan menciptakan kekurangan pasokan yang lebih parah di pasar.

"Orang-orang Eropa dan Amerika yang berbicara tentang (pembatasan harga) US$40 per barel, apa yang akan mereka dapatkan adalah US$140 per barel," Luft memperingatkan.

Luft bukan satu-satunya analis yang meragukan kegunaan skema pembatasan harga minyak. 

Jorge Montepeque, yang disebut-sebut sebagai salah satu arsitek patokan harga minyak, mengatakan bahwa selama ini upaya menentukan batas harga selalu mengarah ke harga yang lebih tinggi, bukan lebih rendah. Sebagai informasi, Montepeque adalah analis dengan menciptakan mekanisme penetapan harga market-on-close (MOC) Platts, yang telah menjadi mekanisme harga minyak yang dominan.

"Semua mandat untuk menetapkan harga ini telah dicoba sebelumnya selama inflasi tinggi," kata Montepeque seperti dikutip Reuters.

"AS mencoba menetapkan harga minyak pada 1970-an, Inggris mencoba menetapkan harga valas di tahun 80-an, Meksiko mencoba menetapkan harga tortilla. Dan kemudian — boom! — pasar menjadi sepi. Ini buang-buang waktu.”

Tetapi demi argumen, Montepeque membuat asumsi bahwa semua negara setuju dengan pembatasan minyak dan Rusia menolak upaya tersebut. Jika hal tersebut terjadi, kata dia, maka Rusia akan meminta berbagai negara untuk mulai menawar harga yang lebih tinggi dari batas yang ditetapkan. "Segera sistem rusak karena pembeli memiliki alternatif untuk harga pasar minyak."

Pendukung pembatasan harga

Sebagai pengingat, upaya menggalang dukungan untuk membatasi harga minyak Rusia tersebut disampaikan Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam rangkaian acara menuju KTT G20 di Bali pada 15-16 Juli lalu. Namun, berbagai negara yang hadir dalam pertemuan gagal menyepakati konsensus mengenai pembatasan harga minyak tersebut.

Janet Yellen bahkan juga telah melakukan tur ke Asia untuk membujuk para pemegang saham untuk bergabung dengan skema tersebut. Sebelum pertemuan di Bali, Yellen mengatakan efek limpahan perang di Ukraina dapat dirasakan di setiap sudut dunia melalui kenaikan harga energi dan berpendapat bahwa pembatasan harga dapat mengatasi hal ini.

“Batas harga minyak Rusia adalah salah satu alat kami yang paling ampuh untuk mengatasi rasa sakit yang dirasakan orang Amerika dan keluarga di seluruh dunia di pompa bensin dan toko kelontong saat ini,” katanya.

Para pendukung upaya tersebut—sementara ini adalah pemimpin G7, yang meliputi Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, AS, dan Uni Eropa—berharap bahwa menyematkan harga pada tingkat yang lebih dekat dengan biaya produksi akan memotong dana yang mengalir ke peti perang Moskow, sambil tetap memastikan bahwa energi mengalir ke tempat yang dibutuhkan, dan mempercepat akhir perang. 

Pasalnya, komoditas minyak yang menjadi pilar utama pendapatan keuangan Rusia, telah membuat ekonomi negara itu tetap bertahan meskipun ada larangan ekspor, sanksi dan pembekuan aset bank sentral.

Jika Rusia terus mengalirkan minyak pada tingkat yang lebih murah, patokan minyak global yang telah melonjak jauh di atas US$100 per barel sejak perang pertama pecah di Ukraina, diharapkan juga akan kembali ke tingkat yang terjangkau.

Related Topics