MARKET

Berkat Harga Komoditas, Surplus Perdagangan Terus Melaju

Surplus perdagangan sudah terjadi sejak Mei 2020.

Berkat Harga Komoditas, Surplus Perdagangan Terus MelajuANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

by Luky Maulana Firmansyah

15 October 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Tren surplus neraca perdagangan (ekspor-impor) Indonesia terus melaju hingga akhir kuartal ketiga tahun ini. Surplus perdagangan yang telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini banyak disebabkan oleh kenaikan harga sejumlah komoditas.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia pada September lalu beroleh surplus neraca perdagangan US$4,37 miliar. Posisi itu merupakan peningkatan 82,85 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

“Surplus neraca perdagangan pada September 2021 ini telah terjadi dalam 17 bulan terakhir,” kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers secara daring, Jumat (15/10).

Margo menyebutkan bahwa surplus bulan lalu mayoritas disumbang oleh komoditas nonmigas seperti bahan bakar mineral (BBM), lemak dan minyak hewan nabati, dan besi dan baja.

Nilai surplus perdagangan Indonesia secara kumulatif pada Januari-September ini mencapai US$25,07 miliar, naik 87,79 persen dari surplus US$13,35 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. “Surplus ini sangat tinggi kalau dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” katanya.  

Ekspor meningkat, impor juga tumbuh

Surplus perdagangan tercipta akibat nilai ekspor lebih tinggi dari impor. Menurut data BPS, ekspor pada bulan lalu naik 47,64 persen secara tahunan menjadi US$20,60 miliar.

Berdasarkan sektornya, BPS mencatat ekspor pertambangan tumbuh 183,59 persen secara tahunan. Ekspor migas dan industri pengolahan juga tumbuh masing-masing 39,79 persen dan 34,33 persen. Sedangkan, ekspor pertanian kehutanan dan perikanan justru menurun 4,96 persen.

Ekspor pada Januari-September juga lebih baik dibandingkan periode sama tahun lalu. Menurut BPS, total ekspor Indonesia secara kumulatif tumbuh 40,38 persen menjadi US$164,29 miliar.

Sementara, impor pada periode yang sama tumbuh 40,31 persen menjadi US$16,23 miliar.

Berdasarkan kelompok penggunaan barangnya, impor barang konsumsi meningkat 59,66 persen. Lalu, impor bahan baku/penolong dan barang modal juga tumbuh masing-masing 45,46 persen dan 10,07 persen.

Seperti ekspor, impor industri dalam negeri tahun ini juga lebih baik daripada tahun lalu. Data BPS menunjukkan nilai impor pada sembilan bulan pertama tumbuh 34,27 persen menjadi US$139,22 miliar.

Tren surplus menggembirakan bisa sampai akhir tahun

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, mengatakan surplus neraca perdagangan bulan lalu menggembirakan. Sebab, tren surplus ini terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi. Kondisi surplus perdagangan ini juga diharapkan bisa memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.

Riefky mengatakan ekspor pada periode yang sama bisa tumbuh terutama akibat faktor kenaikan harga sejumlah komoditas seperti minyak sawit (crude palm oil/CPO), batu bara, dan berbagai komoditas lainnya. Namun, menurutnya, kenaikan ekspor ini sebenarnya tidak ideal.

“Ekspor kita ini artinya enggak sustainable karena ketika harga komoditas mulai menurun nanti ekspor akan melambat,” kata Riefky kepada Fortune Indonesia.

Karena itu, Riefky mengatakan, demi membuat kinerja ekspor ini lebih resilien terhadap pergerakan harga komoditas, harus ada perubahan pada produk-produk ekspor tersebut. Perubahan yang dimaksud adalah dengan melakukan hilirisasi pada produk tersebut agar memberikan nilai tambah.

Kenaikan di sisi impor juga memberikan kabar baik. Pasalnya, pertumbuhan impor ini mengindikasikan geliat aktivitas produksi industri dalam negeri.

Riefky memperkirakan tren surplus perdagangan masih akan berlanjut setidaknya hingga akhir 2021. Apalagi kenaikan harga komoditas kemungkinan masih akan berlanjut. “Saat harga komoditas tinggi harusnya ekspor juga masih tinggi dan berdampak ke surplus neraca perdagangan,” katanya.