3 Strategi Entitas Usaha Hary Tanoe Usai Akuisisi Bisnis Batu Bara BCR
Emiten IATA, baru saja ambil alih bisnis batu bara MNC.
Jakarta, FORTUNE - Emiten milik MNC Group, PT MNC Energy Investment (IATA), menargetkan mencetak profit besar usai membeli PT Bhakti Coal Resources (BCR) dari PT MNC Investama Tbk. Sebelumnya, Hary Tanoesoedibjo sebagai pemilik grup usaha mengungkapkan, IATA terus merugi sejak 2008.
Berdasarkan proforma yang dibuat dengan memasukkan BCR pada awal 2022, pendapatan IATA diperkirakan mencapai hampir Rp 1 triliun serta EBITDA lebih dari Rp400 miliar.
“Perseroan diharapkan meningkatkan produksi dan kinerja pada 2023,” ujar Wakil Presiden Direktur MNC Energy Investment, A. Wishnu Handoyono, dikutip dari keterbukaan informasi, Rabu (2/3).
Untuk mencapai target itu, IATA membidik kenaikan produksi dari 2,6 juta MT (metrik ton) batu bara menjadi 8 juta MT. Oleh karena itu, perseroan akan membangun hauling road dan sejumlah jetty, yang akan membutuhkan capex sekitar Rp270 miliar.
Lalu, apa lagi rencana IATA ke depannya setelah mengambil alih bisnis batu bara MNC Grup dari MNC Investama?
Menargetkan ekspor maksimal 6 juta pada 2022
Ambisi MNC Energy Investment tak berhenti sampai situ. Bila total produksi sudah menyentuh 8 juta MT dan pemenuhan DMO 25 persen untuk pasar domestik sudah terlaksana, maka perseroan menargetkan ekspor batu bara maksimal 6 juta MT pada 2022.
IATA membidik negara-negara seperti Cina, Vietnam, dan India dapat menggunakan batu bara low GAR calorie perseroan. Vietnam misalnya, boiler PLTU sebelumnya mewajibkan GAR sekitar 4.000–5.000, tetapi karena pasokan batu bara berkalori tinggi berkurang dan mahal, permintaan bergeser ke batu bara rendah kalori seperti milik BCR.
Namun, Wishnu menambahkan, “Tidak menutup kemungkinan perseroan akan membuka pasar baru karena permintaan batu bara sangat bagus.”
Peningkatan infrastruktur produksi batu bara
Selain itu, apabila produksi naik sesuai rencana, maka MNC Energy Investment juga akan meningkatkan kapasitas infrastruktur, seperti yang dilakukan PMC, dengan penambahan 1 jetty menjadi 3 jetty guna mengantisipasi produksi sekitar 375.000 MT per bulan.
Selain itu hauling road BSPC (PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal) juga sedang dalam proses pembangunan dan port jetty akan ditambah agar bisa mendukung peningkatan produksi sampai dengan 5 juta MT.
Rencana bisnis penerbangan
Meski telah mengubah bidang usaha ke bisnis pertambangan, IATA masih melihat prospek bagus dalam layanan penyewaan jasa charter pesawat.
“Dengan kenaikan harga CPO yang sudah melebihi US$100, perseroan memperkirakan akan banyak perusahaan minyak lepas pantai yang menggunakan perusahaan penerbangan charter sehingga bisnis penerbangan akan digerakkan lagi untuk melayani perusahaan produksi minyak tersebut,” jelas Wishnu.
Saat ini, IATA masih mempunyai empat pesawat dan memiliki kontrak jangka panjang dengan perseroan seperti Vale serta Kangean Energy. Perseroan pun menawarkan jasa spot charter menggunakan jet pribadi.