Menilik Prospek Sektor Pertambangan Logam di Semester II 2022
Prospek pertambangan logam dinilai menarik di paruh kedua 20
19 July 2022
Jakarta, FORTUNE – Kinerja perusahaan sektor pertambangan logam dinilai memiliki prospek menarik pada semester kedua 2022. Hal ini disokong oleh permintaan nikel yang masih menjanjikan di masa depan.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Juan Harahap menyoroti tiga katalis pendukung, yakni: potensi permintaan kuat dari industri baja nirkarat, penurunan terbatas menuju resesi Amerika Serikat (AS), dan potensi permintaan yang besar dari sektor kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Ditambah lagi, setelah penerapan larangan ekspor bijih nikel pada 2014, industri nikel Indonesia telah berkembang pesat. Sebab, para penambang nikel didorong berinvestasi di sektor pengolahan bernilai tambah.
Berkat ekspansi itu, pemerintah memproyeksikan produksi nikel bakal mencapai 2,6 juta ton pada 2022, naik 12,5 persen (YoY), secara khusus produk Nickel Pig Iron (NPI) diperkirakan tumbuh 25,0 persen (YoY).
“Kami yakin industri ini akan terus tumbuh di masa depan mengingat pemerintah menargetkan 30 smelter nikel beroperasi pada 2024,” tulis Juan dalam risetnya.
Ia pun menyoroti saham ANTM dengan beberapa pertimbangan. Pertama, emiten ini dapat diuntungkan dengan adanya potensi pertumbuhan di segmen bijih nikel seiring naiknya permintaan domestik. Lalu, peluang pendapatan dari proyek smelter Halmahera.
Terakhir, ada lebih banyak eksposur pada proyek pengembangan ekosistem industri baterai kendaraan listrik Indonesia sektor hulu-hilir oleh perusahaan dan Indonesia Battery Corporation (IBC).
Pulihnya permintaan baja tahan karat tahun ini
Produksi produk baja tahan karat berbasis nikel Cina tercatat stagnan pada Mei, yakni 2,3 juta ton. Secara kumulatif, angka itu lebih rendah 2,3 persen akibat penguncian wilayah karena penyebaran kasus Covid-19.
Namun, Juan memproyeksikan permintaan nikel di Cina bakal kembali meningkat, berkat aktivitas manufaktur yang lebih tinggi karena stimulus pemerintah. Potensi pelonggaran pembatasan sosial pada paruh kedua 2022 pun akan berdampak pada peningkatan aktivitas impor.
Potensi surplus industri nikel global
Sektor pertambangan logam memiliki masalah beragam, seperti kurangnya tenaga kerja dan tingginya biaya energi. Juan menilai, hal itu dapat terus menghambat rencana peningkatan output.
Kondisi geopolitik global juga akan membebani produksi dan ekspor Rusia, mengingat negara itu merupakan produsen nikel terbesar ketiga karena menyumbang 280 ribu ton nikel sepanjang tahun. Rusia juga berkontribusi 10 persen dalam total ekspor nikel global.
“Meskipun permintaan melemah di paruh pertama dibanding tahun lalu, persediaan belum menunjukkan peningkatan material. Karena pasar nikel cenderung seimbang atau kekurangan pasokan, kami melihat sedikit ruang untuk mengisi kembali pasokan dalam waktu dekat,” jelas Juan.
Dus, ia memprediksi, pasar nikel global bakal tetap defisit pada 2022, namun berpeluang menjadi surplus tahun depan terdorong katalis pendukung seperti pertumbuhan kapasitas nikel kelas II yang kuat di dalam negeri.
“Namun kami melihat pasar nikel global dapat kembali mengalami defisit pada 2025, didorong oleh pertumbuhan permintaan yang kuat dari segmen baterai kendaraan listrik,” imbuhnya.