MARKET

Prospek Menjanjikan Emiten Telekomunikasi Tahun Ini, Apa Pendorongnya?

Kenaikan dipicu konsumsi data hingga konsolidasi industri.

Prospek Menjanjikan Emiten Telekomunikasi Tahun Ini, Apa Pendorongnya?ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa

by Tanayastri Dini Isna KH

23 February 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Prospek emiten telekomunikasi pada 2022 masih cukup menjanjikan, didukung oleh bisnis data internet hingga diversifikasi usaha. Terlebih ketika konsep bekerja dari rumah (work from home/WFH) kembali diberlakukan di tengah tingginya kasus Covid-19.  

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan, WFH akan mendongkrak konsumsi data internet. “Tentu itu menjadi salah satu perhatian, semua (emiten) berpotensi mengalami pertumbuhan,” katanya kepada Fortune Indonesia, Selasa (22/2).

Senada, Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Paula Ruth optimis terhadap potensi monetisasi data emiten telekomunikasi seperti Telkom. Dia pun menilai, persaingan industri akan menjadi lebih sehat pasca terjadinya merger Indosat dan Tri.

Pada awal tahun ini, Ciptadana Sekuritas Asia mengatakan, konsolidasi pemain industri telekomunikasi mampu disambut positif. Sebab, berpotensi memperkuat rasionalisasi harga data yang akhirnya bakal menguntungkan semua pemain.

Tak hanya dari segi peningkatan profit, melainkan juga membantu mengurai masalah kontribusi pendapatan layanan seluler telekomunikasi terhadap PDB yang terbilang rendah sejak 2018—dibanding 2015 hingga 2017 saat terjadi perang harga di industri ini. 

“Ini bukan hanya berasal dari masalah makro, tetapi juga persaingan dan lanskap industri,” tulis Ciptadana dalam risetnya.

Prospek emiten telekomunikasi: TLKM, ISAT, dan EXCL

Lantas dengan kondisi yang terjadi saat ini, seperti apa prospek kinerja tiga emiten telekomunikasi di Indonesia? berikut penjelasannya : 

1. ISAT

PT Indosat Tbk (ISAT) sejauh ini masih menarik sejalan dengan langkah perseroan yang  baru saja melakukan merger dengan Tri. Nico mengatakan, setiap perusahaan yang merger akan memiliki fundamental yang jauh lebih kuat ketimbang menjadi pemain yang berdiri sendiri.

Dalam ketrbukaan informasi hari ini, ISAT baru saja membalikkan kerugian Rp716,7 miliar (Desember 2020) menjadi laba bersih senilai Rp6,75 triliun (Desember 2021). Pendapatannya juga meningkat 12,4 persen dari Rp27,93 triliun menjadi Rp31,39 triliun berkat sektor multimedia, komunikasi data, dan internet.

Penjualan dari layanan selularnya juga naik 10 persen menjadi Rp25,3 triliun sejalan dnegan kenaikan pendapatan data dan jasa nilai tambah di tengah melemahnya pendapatan telepon, SMS, penyewaan menara, serta handset dan interkoneksi.

Akan tetapi, pelaku pasar tetap harus cermat. Sebab, ISAT merupakan salah satu saham yang volatilitasnya terlalu tinggi.

Sebagai gambaran, pada akhir perdagangan Selasa (22/2), saham ISAT menguat 5,91 persen ke level 5.825. Dalam sepekan belakangan, sahamnya juga naik 4,02 persen.

Namun, saham justru terkoreksi 2,51 persen dalam sebulan terakhir. Begitu pula dengan tingkat pelemahan dalam enam bulan belakangan yang mencapai 10,38 persen. Bahkan sepanjang 2022, ISAT telah menurun 9,34 persen.

Sebagai informasi, dalam dua tahun ke depan ISAT akan berfokus memperluas jangkauan ke area baru. Di sisi lain, saat ini perseroan juga masih fokus  mengakuisisi pelanggan.

2. TLKM

Analis Samuel Sekuritas optimis, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) akan meraup lebih banyak manfaat dari peningkatan permintaan terhadap layanan broadband—khususnya setelah konslidasi bisnis menaranya atau Mitratel. Ditambah dengan strategi perseroan dalam menambah portofolio menara secara organik ataupun anorganik.

“Kami memproyeksikan pertumbuhan pendapatan dan EBITDA bisnis di luar Telkomsel pada 2022 masing-masing akan mencapai 8,8 persen (yoy) dan 9,7 persen (yoy),” kata Paula dalam risetnya bulan ini. 

Apalagi, Mitratel belum lama ini baru mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Langkah itu mengindikasikan semakin beragamnya bisnis TLKM saat ini, sehingga ada peluang bagi perusahaan pelat merah itu mengantongi keuntungan jangka panjang.

Ditambah dengan kinerja layanan data, Nico yakin hal-hal itu bakal menjadi poin positif bagi pendapatan TLKM. Sebagai tambahan, kontribusi layanan data Telkomsel terhadap pendapatan akan mencapai sekitar 71 persen pada tahun ini. Dengan penurunan effective yield data/MB yang lebih rendah.

“Pendapatannya berpotensi mengalami kenaikan 5 hingga 10 persen,” imbuh Nico, melengkapi proyeksi Paula.

Saham TLKM terkoeksi 1,60 persen sepanjang perdagangan bursa hari ini. Tingkat pelemahannya selama sepekan belakangan mencapai 2,71 persen.

Namun dalam enam bulan terakhir dan perdagangan sepanjang 2022, saham TLKM tercatat menguat dengan kenaikan harga masing-masing 25 persen dan 2,87 persen.

3. EXCL

Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis pekan ini, PT XL Axiata Tbk (EXCL) mencatatkan kenaikan laba 246,6 persen dari Rp371,59 miliar pada 2020 menjadi Rp1,29 triliun pada 2021. Pencapaian itu melampaui raihan sebelum Covid-19 pada 2019, di mana EXCL mengantongi laba senilai Rp712,58 miliar.

Di sisi lain, pendapatan perseroan pun terkerek 2,9 persen dengan kontribusi utama dari layanan data dengan pertumbuhan 6,1 persen jadi Rp22,69 triliun, sementara pendapatan di luar data melemah 25,2 persen jadi Rp2,11 triliun.

Presiden Direktur dan CEO XL Axiata, Dian Siswarini menyebut, capaian kinerja tersebut dibarengi dengan naiknya trafik data XL sampai 34 persen ke level 6.549 petabyte. Ditambah dengan menguatnya kecepatan internet senilai 20 persen sejak awal tahun.

EXCL memang cukup gencar memperluas jaringan ke luar Jawa sejak paruh kedua 2016 sehingga mampu menjangkau lebih dari 90 persen populasi di pulau-pulau utama.

“Kami yakin EXCL telah mencapai skala yang sesuai di beberapa investasi awal di luar Jawa. Sekarang (perseroan) perlu menyeimbangkan antara memonetisasi dan memasukkan lebih banyak pelanggan ke jaringannya,” kata analis Ciptadana Sekuritas.

Hari ini saham EXCL terkoreksi 0,69 persen; begitu juga selama seminggu terakhir (-4,35 persen). Tingkat pelemahan bulanannya pun sama dengan penurunan mingguan. Sepanjang 2022, harga saham EXCL juga menurun 9,49 persen.

Akan tetapi, saham terpantau menguat 4,76 persen dalam enam bulan belakangan.

Tantangan industri telekomunikasi

Meski kinerjanya cukup positif, emiten di sektor telekomunikasi tahun ini masih berhadapan dengan sejumlah tantangan. Pertama: kebijakan pemerintah, perubahan kondisi ekonomi, serta perubahan tingkah laku konsumen.

Kedua, pengembangan 5G yang digadang-gadang akan menjadi masa depan infrastruktur teknologi. Namun, berbagai kepentingan di dalamnya menjadi salah satu kerikil yang harus diatasi.

“Tantangan juga bagaimana kita bisa berkolaborasi untuk bisa menciptakan jaringan 5G yang sehat dan kuat, yang di mana kompetisi antara satu emiten dan emiten lain, atau perusahaan yang belum tercatat itu tetap terjaga,” jelas Nico.

Yang tak kalah penting, selain dinamika kasus Covid-19, kenaikan biaya energi pun akan memengaruhi biaya produksi tiap emiten. Sehingga hal itu juga harus diperhatikan.

Peningkatan belanja capex demi meningkatkan kualitas jaringan dan penawaran lelang spektrum juga menjadi risiko tersendiri bagi emiten telekomunikasi.

“Kami memperkirakan spektrum capex dapat membebani sektor telekomunikasi sebesar Rp41,7 triliun dalam harga akusisi spektrum dan Rp20,8 triliun dalam biaya spektrum tahunan tambahan jika semua spektrum yang direncanakan dilelang sesuai wacana,” ujar analis Ciptadana dalam risetnya.