IMF Pangkas Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 3,2%
Terkait dengan inflasi tinggi akibat perang Rusia-Ukraina.
Jakarta, FORTUNE – Organisasi Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan global pada 2022, dari yang diperkirakan 3,6 persen pada April lalu, melambat menjadi 3,2 persen. Perkiraan ini diturunkan akibat perang Rusia-Ukraina berkepanjangan dan berdampak pada peningkatan inflasi global.
“Prospek telah menjadi gelap secara signifikan sejak April. Dunia mungkin segera tertatih-tatih di tepi resesi global, hanya dua tahun setelah yang terakhir,” ujar Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas seperti dikutip dari Reuters, Rabu (27/7). “Tiga ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat, Cina dan kawasan Eropa, terhenti, dengan konsekuensi penting bagi prospek global."
Oleh sebab itu, dalam Prospek Ekonomi Dunia yang diperbarui, IMF juga memangkas perkiraan pertumbuhan di tahun 2023, dari 3,6 persen pada April, menjadi 2,9 persen. Padahal, pertumbuhan dunia mulai pulih pada 2021 di level 6,1 persen, setelah pandemi Covid-19 yang membuat pertumbuhan global jatuh dalam kontraksi 3,1 persen.
Ketidakpastian perang Rusia-Ukraina
Menurut IMF, perang Rusia-Ukraina memang menimbulkan ketidakpastian yang luar biasa di seluruh dunia, khususnya bagi kenaikan harga energi dan pangan yang cukup signifikan. Hal ini akan memperburuk inflasi dan menanamkan ekspektasi inflasi jangka panjang yang akan mendorong pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut.
Dengan perkiraan dalam skenario yang cukup ‘masuk akal’ dengan dihentikannya pasokan gas Rusia secara total ke Eropa di akhir 2022, kemudian penurunan 30 persen lebih ekspor minyak Rusia, maka IMF menyatakan pertumbuhan global akan melambat hingga 2,6 persen pada 2022 dan 2 persen pada 2023. Bahkan, bila kondisi ini berlanjut tahun depan, pertumbuhan Eropa dan Amerika Serikat diperkirakan hampir menyetuh titik nol persen.
Bank sentral harus perhatikan kondisi inflasi
IMF memperkirakan tingkat inflasi 2022 di negara maju akan mencapai 6,6 persen, naik dari 5,7 persen dalam perkiraan April. Menurut IMF, inflasi akan lebih tinggi dalam waktu lama, bahkan lebih dari yang bisa diantisipasi. Sementara itu, inflasi di pasar negara berkembang saat ini diperkirakan akan mencapai 9,5 persen pada 2022, naik dari 8,7 dari perkiraan bulan April.
“Inflasi pada level saat ini merupakan risiko yang jelas untuk stabilitas makroekonomi kini dan ke depan. Situasi ini membawa kembali ke target bank sentral yang harus menjadi prioritas utama bagi pembuat kebijakan,” kata Gourinchas.
Menurutnya, pengetatan kebijakan moneter global tersinkronisasi oleh bank sentral–yang belum pernah terjadi sebelumnya–akan "menggigit" pada tahun depan, memperlambat pertumbuhan, dan menekan negara-negara dengan pasar berkembang. Sayangnya, penundaan proses ini hanya akan memperburuk situasi yang ada. “Bank sentral harus tetap berada di jalur, sampai inflasi bisa dijinakkan,” ucap Gourinchas.