NEWS

Indonesia Butuh Pencegahan Kecurangan Pengelolaan Keuangan Negara

Upaya pencegahan ini dilakukan lewat kolaborasi dan sinergi.

Indonesia Butuh Pencegahan Kecurangan Pengelolaan Keuangan NegaraMuhammad Yusuf Ateh, Kepala BPKP, dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Kementerian Keuangan 2021, secara daring, Rabu (8/12). (FORTUNEIDN)

by Bayu Pratomo Herjuno Satito

08 December 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Memasuki 2022, pemerintah Indonesia memiliki sejumlah kebijakan utama yang membutuhkan anggaran dalam rupa APBN yang mencapai Rp2.708,7 triliun. Keperluannya diarahkan untuk program pemulihan ekonomi dan reformasi struktural seperti pengendalian COVID-19, perlindungan sosial, hingga reformasi penganggaran.

Muhammad Yusuf Ateh, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), mengatakan semua pihak harus mampu melakukan pencegahan kecurangan dalam pengelolaan keuangan negara. Sebab, “penguatan pencegahan kecurangan tidak bisa kita lakukan sendiri-sendiri,” ujar Yusuf Ateh dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Kementerian Keuangan 2021, secara daring, Rabu (8/12).

Upaya yang sudah ada masih kurang

Sejak reformasi 1998, banyak upaya sudah dilakukan di Indonesia dalam mencegah terjadinya korupsi. Mulai dari pembentukan badan penanggulangan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembuatan regulasi antikorupsi, hingga edukasi kepada masyarakat.

Namun, menurut Yusuf Ateh, tampaknya upaya tersebut masih perlu penguatan, karena skor Indeks Pemberantasan Korupsi (IPK) turun dari 40 menjadi 37 pada 2020. Selain itu, BPKP juga mengaudit kerugian negara 2015-2020, yang mencapai Rp14,01 triliun; US$30,9 juta; serta 17,97 juta Real Arab Saudi.

“Rupanya ini semua belum cukup,” kata Yusuf . “Kita harus bersatu padu, tidak bisa sendiri-sendiri. Harus ada komitmen bersama untuk mengelola pemanfaatan keuangan negara.”

Lima lini penting dalam pencegahan kecurangan

BPKP, menurut Yusuf, mengidentifikasi setidaknya ada lima lini yang berperan penting dalam kerangka besar pengelolaan keuangan negara. Kelima lini ini dari yang paling dalam adalah Kementerian/Lembaga pemerintahan, kemudian Kementerian Keuangan, BPKP, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta aparat penegak hukum (APH) di lini terakhir.

“Kami meyakini benar, kalau kelima lini ini bisa diperkuat intensif, akan banyak sekali yang bisa kami kontribusikan kepada negara, dalam mencegah kecurangan atau dalam pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, berbagai upaya kami lakukan untuk dapat berhubungan dengan semua lini,” ujar Yusuf.

Menurutnya, walau hubungan antarlini penting bagi BPKP, namun hubungan dengan lini kedua, yakni Kementerian Keuangan dianggap sebagai yang utama dan menjadi prioritas. Hal ini terkait sejumlah isu, seperti pertukaran data yang cepat dan real time, pembagian info dan data risiko, pemetaan bersama area strategis yang berisiko tinggi, serta kolaborasi manajemen risiko kecurangan.