NEWS

RUU Status IKN Baru Masih Mengandung Perdebatan, Apa Saja Poinnya?

Penyusunan RUU ini harus sejalan dengan amanat konstitusi.

RUU Status IKN Baru Masih Mengandung Perdebatan, Apa Saja Poinnya?Konsultasi Publik Pansus RUU tentang IKN di Universitas Hasanuddin Rabu (12/1). (FORTUNEIDN)
12 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE –  Rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru ke Penajam Paser Utara Kalimantan Timur terus berjalan. Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait IKN masih terus dimatangkan sejumlah pihak, termasuk Konsultasi Publik Pansus RUU tentang IKN yang masih mengandung sejumlah perdebatan. 

Anggota DPR RI, Hamka Baco Kady, mengatakan, salah satu yang menjadi perdebatan dalam rapat Pansus RUU di DPR adalah status dari IKN di Kalimantan Timur, yang mana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengusulkan berbentuk otorita yang bersifat ad hoc. SedangkanDPR merumuskannya dalam pemerintahan daerah khusus, seperti yang sudah berjalan di Jakarta saat  ini.

“Perdebatan kami kala itu, apakah setingkat Menteri itu dapat mengelola pemerintahan juga? Kalau kita itu mengusulkan, bila bentuknya otorita sifatnya hanya pembangunan saja,” kata Hamka di kanal Youtube Unhas (12/1). “Otorita itu sifatnya ad hoc (sementara) dan lamanya akan kita bicarakan.”

Perumusan status IKN harus sesuai konstitusi

Sejalan dengan Hamka, Prof Junda, salah seorang Guru Besar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Unhas, menegaskan bahwa jika status otorita ditetapkan bagi IKN, kepala pemerintahan yang setingkat dengan Menteri ini harus mempunyai batas penugasan.

“Karena kalau memang sifatnya ad hoc, apabila status IKN kembali seperti semula, maka otomatis tugas kepala pemerintahan otorita akan selesai,” kata Prof Juanda dalam konsultasi publik.

Selanjutnya, Prof Juanda pun mendukung DPR RI untuk membentuk IKN dengan status pemerintahan daerah khusus seperti yang sudah dirumuskan. “Hal ini diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 18B,” katanya. “Oleh karena itu, di dalam penyusunan RUU ini harus sejalan dengan koridor yang diamanatkan konstitusi.”

Penyusunan RUU terkesan terburu-buru

Pendapat lain datang dari DR Hasrul, Wakil Dekan III Fakultas Hukum Unhas. Ia merasa penyusunan RUU yang tengah dilakukan oleh DPR RI terkesan terburu-buru. Sementara ada biaya yang masih harus ditanggung pemerintah sekitar Rp6.000 triliun.

“Janganlah terburu-buru. Kenapa? Kasus UU KPK terburu-buru akhirnya makan korban. UU Cipta Kerja dibikin buru-buru akhirnya Mahkamah Konstitusi batalkan dua tahun. Takutnya, ini (UU IKN) dibikin buru-buru, karena saya liat tannggal 3 November masuk, 18 januari sudah mau disahkan,” kata Hasrul.

Hasrul berharap, masukan yang diberikan oleh kalangan akademisi di Unhas dapat didengar oleh para pemangku kepentingan yang menyusun RUU IKN. “Sering kita ikuti acara seperti ini, tapi kadang enggak didengar,” ucapnya.

Related Topics