NEWS

Pengamat: Peningkatan Investasi Tak Efektif Atasi Dampak Krisis Pangan

Konsep menguntungkan konsumen dan petani sulit terealisasi.

Pengamat: Peningkatan Investasi Tak Efektif Atasi Dampak Krisis PanganANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/rwa.
13 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi di sektor pangan dalam negeri dinilai belum efektif untuk mengatasi krisis pangan global. Selain menggenjot produktivitas, pemerintah juga perlu meningkatkan kesejahteraan petani. 

Guru Besar Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas, mengatakan yang menanam tanaman pangan adalah petani dan bukan para pengusaha. “Pengusaha itu mikirnya profit,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Senin (13/6). “Repotnya, saat ini pertanian Indonesia untuk tanaman pangan nggak profit sama sekali.”

Meski begitu, Andreas mengakui ada beberapa sub sektor tanaman pangan, seperti holtikultura yang menghasilkan keuntungan secara fluktuatif. Namun demikian, bila Indonesia sudah berstatus importir satu komoditas pangan, akan sulit menanamnya secara mandiri di dalam negeri. 

“Persoalan yang sesungguhnya adalah harga yang sangat rendah di tingkat usaha tani. Harga yang rendah juga di konsumen,” katanya.

Sedangkan, untuk menjaga tingkat harga yang rendah di konsumen, menurut Andreas, impor sudah cukup efektif melakukannya. “Karena disparitas harga yang lumayan tinggi anatara produk dalam negeri dan luar negeri,” ucapnya.

Kebijakan tarif adalah kunci utama

Stok beras di gudang Bulog di Padang, Sumatra Barat. ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi

Andreas mengatakan, kunci dari pemasalahan harga ini adalah kebijakan tarif dari pemerintah. “Bagaimana mempertahankan supaya harga produk pertanian yang diproduksi oleh petani kecil itu menguntungkan,” katanya.

Saat ini usaha tani padi saja kurang menguntungkan, terutama untuk para petani yang memiliki lahan sempit. “Untuk petani yang memiliki lahan di bawah 1.500 meter persegi, rugi kalau nanam padi sampai Rp250.000,” ujarnya.

Jika tidak segera ditangani dengan serius, saat Indonesia menginjak usia 100 tahun merdeka, akan bergantung pada 50 persen tanaman gandum sebagai bahan makanan pokok.

“Ini artinya kita 100 persen melakukan impor (gandum),” ujarnya.

Tidak ada konsep ‘menguntungkan’ semua pihak

Pekerja menunjukkan kedelai impor yang harganya melambung di sentra industri tahu dan tempe Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta, Senin (21/2/2022). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/wsj.

Related Topics