NEWS

Lonjakan Harga Kedelai Disebabkan Tata Niaga yang Buruk Sejak Lama

80 persen kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi importasi.

Lonjakan Harga Kedelai Disebabkan Tata Niaga yang Buruk Sejak LamaPekerja mengolah kedelai untuk produksi tahu di Pasir Koja, Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/2/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.
by
21 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Harga kacang kedelai impor dalam beberapa pekan terakhir terus meroket. Dari yang semula hanya sekitar Rp8000 per kilogram, kini mencapai Rp11.240 per kilogram. Kondisi ini membuat para perajin tahu dan tempe menjerit karena sudah tak mampu lagi bertahan dan terancam gulung tikar.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menilai lonjakan harga kedelai di dalam negeri diakibatkan oleh tata niaga yang buruk sejak lama.

“Kita sangat tergantung impor, jadi harganya mudah banget fluktuatif. Sebenarnya kita sudah masuk dalam situasi yang sulit, hampir 90 persen kebutuhan kedelai dari impor,” kata dia kepada Fortune Indonesia, Senin (21/2).

Kendati salah satu penyebabnya adalah meningkatnya permintaan kedelai dari Tiongkok, Said menilai pemerintah tidak serius mengatur tata kelola kedelai domestik. 

Perum Bulog, yang mendapatkan tugas menjaga ketersedian stok kedelai dalam negeri, kata Said, tak bisa berbuat banyak. Sebab, simpanan Bulog pun terbatas. “Jadi, barang (kedelai) diatur sepenuhnya oleh pasar, dan importir makin hari makin banyak. Mereka punya kuasa atas distribusi dan pengelolaannya,” ujarnya.

Pertanyaan tentang janji swasembada kedelai

Said mempertanyakan janji Presiden Joko Widodo akan swasembada kedelai Indonesia. Janji tersebut dilontarkan saat dia menjalani periode jabatan pertama. Tepatnya pada Desember 2014. Kala itu, Jokowi menjanjikan Indonesia bisa swasembada kedelai dalam 3 tahun. Kedelai masuk dalam daftar komoditas pangan prioritas dalam Nawacita bersama dengan padi dan jagung. Ketiga komoditas pokok itu kemudian disingkat dengan Pajale.

“Kita memang belum sungguh-sungguh mendorong swasembada di kedelai, satu sisi regulasi tidak cukup kuat untuk mengatur itu. Di satu sisi produksi dalam negeri tertekan terus,” ujar Said.

Volume impor kedelai pada 2021 mencapai 2,49 juta ton. Sedangkan, produksi kedelai nasional pada 2021 mencapai 613.318 ton dengan luas lahan 362,612 hektare. Mayoritas kebutuhan kedelai dalam negeri memang 80 persen dipenuhi oleh importasi.

Saran kepada pemerintah

Said pun menyarankan agar pemerintah lebih serius dalam merancang peta jalan produksi kedelai dalam negeri. Kemudian, pemerintah dapat memberikan dukungan ke petani agar lebih produktif dan dapat bersaing dengan produk impor.

“Kedua, sembari melakukan penataan produksi kedelai, pemerintah perlu berikan aturan atau mengawasi tata kelola impor kedelai,” katanya.

Related Topics