NEWS

Pengusaha Sawit Wajib Penuhi DMO Untuk Dapat Izin Ekspor

Kebutuhan CPO dalam negeri cuma 10% dari total produksi.

Pengusaha Sawit Wajib Penuhi DMO Untuk Dapat Izin EksporANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj
by
31 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan akan menindak tegas eksportir yang tidak memenuhi kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO) 20 persen dari volume ekspor minyak sawit (crude palm oil/ CPO). Apalagi kebutuhan minyak sawit di dalam negeri ditaksir hanya 5,7 juta kiloliter, atau 10 persen dari total produksi Indonesia.

“Jadi kita mau bilang ini, saya tidak ngasih ekspor ke semua (pelaku usaha) sampe DMO kejadian. Pokoknya kalau kamu (pengusaha) tak kasih DMO yang 20 persen saya gak kasih izin ekspor,” kata Lutfi saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (31/1).

Bila diperinci, untuk kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kilo liter, terdiri atas 1,2 juta kilo liter kemasan premium, 231 ribu kilo liter kemasan sederhana, dan 2,4 juta kilo liter curah. Sedangkan, untuk kebutuhan industri adalah 1,8 juta kilo liter.

Alasan minyak goreng mahal

Menurut Lutfi, mahalnya harga minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng bermula dari kebijakan bahan bakar biodiesel (B30) berbasis sawit yang meningkatkan permintaan dan mengerek kenaikan harga. Padahal sebelumnya, sepanjang 2017 hingga 2020, harga CPO dunia cenderung stabil. Meski begitu, dia menekankan kebijakan B30 tetap positif karena juga menguntungkan Indonesia.

Selain karena program pemanfaatan minyak sawit untuk biodiesel, Lutfi menyebut lonjakan harga CPO dalam negeri terpengaruh dengan fluktuasi yang terjadi di pasar global. Dengan begitu, akan lebih menguntungkan bagi pengusaha untuk mengekspor komoditas ini ke luar negeri. Sejauh ini, ekspor CPO Indonesia hingga akhir 2021 juga telah mencapai US$35 miliar, atau bertengger di peringkat dua sesudah batu bara.

Segala cara dilakukan

Kebijakan paling pertama yang ditempuh yakni penyediaan minyak goreng murah kemasan sederhana seharga Rp14 ribu per liter sebanyak 11 juta liter pada akhir 2021. Penyediaan itu langsung disiapkan oleh pengusaha secara sukarela. Namun, Lutfi mengungkapkan, realisasinya hanya sekitar 5 juta liter. "Oh begitu, oke saya naikkan lagi kebijakannya," kata dia.

Pemerintah kemudian memutuskan program subsidi minyak goreng kemasan sederhana sebanyak 1,2 miliar liter untuk enam bulan. Dana subsidi bersumber dari BPDPKS sebanyak Rp3,6 triliun. Melalui subsidi itu, harga jual konsumen bisa dipatok Rp14 ribu per liter dari harga normal yang lebih dari Rp18 ribu per liter.

Belum sempat diterapkan, pemerintah kemudian menambah alokasi subsidi menjadi Rp7,6 triliun untuk 1,5 miliar liter minyak goreng. Dengan penambahan tersebut, dapat diterapkan kebijakan minyak goreng satu harga seluruh jenis kemasan Rp14 ribu per liter yang diumumkan mulai 19 Januari 2022.

Sepekan kemudian, dengan berbagai pertimbangan dan kendala yang dihadapi, Kemendag mengubah kebijakan yang menyentuh hulu dan hilir industri sawit maupun minyak goreng. Itu ditempuh dengan kebijakan DMO dan domestic price obligation (DPO).

“Namanya sand box, kita atur persoalannya. Ini masalah kita yang buat juga, untuk keuntungan kita juga yang dapat. Jadi untuk urusan minyak goreng ini memang kita bikin, ketika (pengusaha) tidak commit, maka kita (pemerintah) kerjakan,” ujar Lutfi.

Related Topics