NEWS

Ombudsman Sebut Minyak Goreng Masih Langka di Pasaran, Ini Sebabnya

Ombudsman melakukan pemantauan minyak goreng di 311 lokasi.

Ombudsman Sebut Minyak Goreng Masih Langka di Pasaran, Ini SebabnyaANTARA FOTO/Reno Esnir/nym.
by
22 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Ombudsman Republik Indonesia menyatakan kelangkaan masih menghinggapi minyak goreng. Pernyataan itu berdasar atas pantauan kantor perwakilan lembaga yang tersebar di 34 provinsi.

“Harapan kami dengan pemantauan ini Kemendag dan Satgas Pangan bisa lebih optimal,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat konferensi pers, Selasa (22/2).

Pemerintah memang telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menyiasati ketersediaan minyak goreng di pasar. Namun, Yeka mengatakan langkah tersebut belum terlalu efektif mengendalikan harga, belum lagi menyinggung urusan pembatasan.

Per 1 Februari 2022, pemerintah telah menetapkan HET minyak goreng dengan perincian sebagai berikut: minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter.

Pemerintah juga memberlakukan kebijakan DMO untuk seluruh produsen eksportir minyak goreng sebesar 20 persen dari volume ekspor masing-masing, DPO Rp9.300 per kilogram untuk CPO, dan Rp10.300 per kilogram untuk olein (hasil rafinasi dari CPO untuk bahan dasar minyak goreng).

Dorong investigasi

Dengan kondisi langka tersebut, kata Yeka, pemerintah seharusnya menggelar investigasi. Tujuannya jelas, yakni mencari akar masalah di eksosistem yang merentang dari hulu hingga hilir.

“Jangan-jangan mereka (pengusaha) muncul pemikiran baru. Sebab belum berhasil upaya pemerintah dalam melakukan stabilisasi dan menjamin pasokan minyak goreng,” ujarnya.

Tak patuh HET, tapi stok melimpah

Selain memantau kelangkaan, Ombudsman juga mengumpulkan data terkait kepatuhan terhadap HET minyak goreng di 311 lokasi. Ada empat jenis tempat yang disasar, yakni pasar modern atau mal, pasar tradisional, ritel modern, dan ritel tradisional.

Dari temuan tersebut, kepatuhan terhadap HET paling rendah adalah di pasar tradisional. Menurut Yeka, karena di sana sulit untuk dilakukan pengawasan dibandingkan oleh ritel modern. “Di pasar modern 69 persen itu sudah patuh, sedangkan di pasar dan ritel tradisional, masing-masing 12,8 persen dan 10 persen,” ujarnya.

Kendati kurang patuh terhadap HET, stok minyak goreng pada kebanyakan pasar tradisional melimpah, yakni mencapai 84 persen. Sedangkan ritel modern, stok minyak gorengnya hanya 23 persen.

“Ini mencerminkan kelangkaan,” katanya.

Related Topics