NEWS

Pelarangan Ekspor CPO Akan Pengaruhi Kinerja Perdagangan Internasional

Larangan inii bakal sebabkan kelangkaan dan kenaikan harga.

Pelarangan Ekspor CPO Akan Pengaruhi Kinerja Perdagangan InternasionalPekerja di perkebunan kelapa sawit sedang memanen buah sawit, untuk diproses lebih lanjut dikirim ke pabrik kelapa sawit, Kalimantan Timur, 13 Maret 2019.
by
26 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pelarangan ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng (migor) akan mempengaruhi kinerja perdagangan internasional Indonesia. Kebijakan ini akan mendistorsi pasar global, menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga, serta berdampak pada hubungan Indonesia dengan mitra dagangnya.

“Kondisi seperti ini akan menambah berbagai faktor yang menghambat upaya pemulihan ekonomi global, setelah invasi Rusia ke Ukraina dan krisis pangan yang menimpa banyak komoditas terutama minyak sayur,” kata Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta, dalam keterangannya, Selasa (26/4).

Ia juga mengatakan kebijakan tersebut berpotensi memicu pembalasan dari mitra dagang dan akan berpengaruh pada kestabilan harga komoditas kelapa sawit di pasar internasional.

Sangat penting bagi pemerintah untuk memastikan komitmennya pada kontrak-kontrak yang sedang berjalan antara produsen kelapa sawit dengan pembeli. Pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng, katanya, dikhawatirkan dapat membuat komitmen tersebut tidak tercapai.

Jika banyak komitmen ekspor atau perdagangan yang tidak terpenuhi, maka Indonesia bisa terlihat seperti mitra dagang yang tidak bisa diandalkan. Padahal, saat ini Indonesia sebagai tuan rumah G20 punya posisi kuat untuk memimpin koordinasi dan kerja sama internasional demi pemulihan ekonomi global. “Tindakan ini tidak mencerminkan komitmen kita pada pemulihan ekonomi global,” katanya.

Dinilai tak peka kepada petani sawit

Felippa juga menyebut kebijakan tersebut tidak peka terhadap kebutuhan petani karena banyak petani yang menggantungkan hidup mereka kepada harga CPO. Pelarangan ekspor akan menyebabkan kelebihan pasokan di dalam negeri dan menurunkan harga CPO.

Produksi CPO atau minyak kelapa sawit mengalami penurunan sejak 2019. Kondisi tersebut berlanjut pada dengan penurunan 0,9 persen menjadi 46,89 juta ton. Produksi minyak sawit Indonesia untuk semester pertama 2022 kemungkinan belum mengalami peningkatan karena kesulitan pupuk dan perubahan cuaca.

Gangguan rantai pasok di masa pandemi, kenaikan ongkos transportasi, peningkatan jumlah permintaan dan bertambahnya biaya input pertanian berkontribusi pada naiknya harga. Belum lagi harga pupuk berbasis nitrogen dan fosfat yang sering digunakan petani kelapa sawit naik 50-80 persen pada pertengahan 2021. Pupuk menyumbang 30-35 persen dari total biaya produksi, sehingga kenaikan harga juga akan meningkatkan biaya produksi.

Harus ada evaluasi

Felippa menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan ini sekali lagi untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang ada. Alih-alih melarang ekspor, pemerintah sebaiknya tetap menjaga komitmennya dalam perdagangan internasional untuk memastikan posisi Indonesia dalam pemulihan ekonomi global.

Selain itu, pemerintah perlu menyelesaikan permasalahan produktivitas kelapa sawit yang terus menurun, terlebih karena moratorium perkebunan sawit masih dijalankan. Petani perlu memaksimalkan lahan yang ada dengan meningkatkan produktivitasnya.

Penggunaan metode pertanian yang ramah lingkungan dan mampu mengadaptasi perubahan iklim diharapkan bisa meningkatkan produktivitas. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan petani kelapa sawit, terutama petani mandiri, dapat mengakses input pertanian berkualitas dengan mudah dan tepat sasaran.

Related Topics