NEWS

BPDPKS Tunggu Aba-Aba Subsidi Minyak Goreng

Harga minyak goreng terus melonjak secara tak terkendali.

BPDPKS Tunggu Aba-Aba Subsidi Minyak GorengANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/YU

by Eko Wahyudi

29 December 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Wacana pengucuran subsidi untuk minyak goreng masih terus berlanjut. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyatakan siap mengucurkan dana subsidi minyak goreng curah guna menekan harga lonjakan di pasar jika mendapat izin.

Kepala BPDPKS, Eddy Abdurrachman, mengatakan anggaran untuk tahun depan tersedia berkat kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Penerimaan yang berasal dari pungutan ekspor CPO hingga 17 Desember mencapai Rp69,72 triliun. Sedangkan pungutan dari ekspor produk turunan CPO mencapai US$28,99 miliar.

"Jika BPDPKS juga ditugaskan untuk menutup biaya-biaya yang terkait dengan minyak goreng curah, maka telah tersedia dananya di BPDPKS," kata dia kepada wartawan, Selasa (28/12).

Dana tersebut baru bisa dikucurkan jika Komite Pengarah BPDPKS memberikan restu. Menurut Eddy, penggunaan dana harus beroleh persetujuan komite yang terdiri dari delapan menteri. Hal itu telah tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 66 tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Perpres Dana Sawit. "Sampai saat ini belum ada keputusan komite yang menetapkan bahwa dana BPDPKS bisa digunakan untuk memberi subsidi minyak goreng curah," ujarnya.

Komite Pengarah BPDPKS dipimpin oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.

Eddy mengatakan tim lintas kementerian dan lembaga saat ini masih mengkaji mekanisme pelaksanaan subsidi minyak goreng. Mereka membahas pelbagai hal mulai dari jumlah dana yang dibutuhkan hingga sasaran subsidi.

Bulog menjadi salah satu lembaga yang terlibat dalam tim tersebut. Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Bulog, Mokhamad Suyamto, mengatakan lembaganya ikut serta karena memiliki jaringan distribusi di seluruh wilayah. "Kebutuhan dana tergantung harga pasar. Selisih harga pasar dan biaya distribusi Bulog dipenuhi oleh dana BPDPKS," katanya seperti dikutip dari IDN Times, Rabu (29/12).

Usul subsidi

Wacana subsidi minyak goreng dilontarkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Jumat pekan lalu. Tujuannya adalah menekan harga minyak goreng yang terus melonjak. Dalam beberapa bulan terahir, harga minyak goreng sempat mencapai Rp20 ribu per liter. Padahal, harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan oleh Kemendag untuk minyak goreng kemasan sederhana Rp11 ribu per liter.

Pemerintah dapat mengintervensi harga dengan mendanai selisih harga minyak goreng curah dengan dana BPDPKS, katanya. Dia memperkirakan subsidi selama satu tahun disalurkan untuk 2 juta ton minyak goreng curah. Pemerintah kini mempertimbangkan waktu pemberian bantuan, apakah hanya saat hari besar keagamaan atau ketika harga CPO melonjak seperti sekarang. "Kami sedang uji karena ini pertama kali dikerjakan. Kajiannya mudah-mudahan bisa selesai pada awal Januari 2022," tutur dia.

Sejarah subsidi minyak goreng di Indonesia

Pada 2007, komoditas minyak goreng juga sempat tidak terkendali. Saat itu, pemerintah menggelar berbagai operasi pasar, namun harganya tak kunjung turun. Harga normal per kilogram minyak goreng Rp6.000, tapi naik hingga Rp9.500 per kilogram.

Pemerintah dan DPR pun sepakat memberikan subsidi minyak goreng yang ditargetkan untuk 15,8 juta rumah tangga miskin (RTM). Dana yang digelontorkan Rp325 miliar. Dana disuntikkan menjelang Lebaran guna mengantisipasi tingginya harga komoditas agar tidak semakin menggila. Untuk dana tambahan untuk subsidi minyak goreng berasal dari hasil penambahan pungutan ekspor (PE) CPO.

Program subsidi minyak goreng berlanjut pada 2008 dengan menyedot APBN hingga Rp600 miliar, hampir dua kali lebih besar dibandingkan subsidi 2007. Program tersebut dihentikan pada 2009.