Wacana Penundaan Pemilu 2024 Semakin Buat Ekonomi Indonesia Tak Pasti
Penundaan pemilu mencuat setelah pertemuan Golkar dan NasDem
Jakarta, FORTUNE – Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai usulan pengunduran pemilu 2024 untuk pemulihan ekonomi tidak relevan. Mencuatnya wacana ini, menurutnya, malah akan menghilangkan fokus atas pemulihan ekonomi.
“(Ini memunculkan) gaduh politik di berbagai kalangan masyarakat,” katanya kepada Fortune Indonesia, Jumat (11/3).
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar yang sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, kembali memunculkan wacana penundaan Pemilu 2024. Hal itu ia ungkapkan usai bertemu dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta, Kamis (10/3).
Menurutnya, pembahasan wacana tersebut dengan para ketua umum partai dianggap penting karena jadwal pemilu Indonesia berdasarkan musyawarah dan mufakat, tidak seperti di negara-negara Barat.
"Namun, juga harus tetap melihat koridor-koridor yang ada. Sehingga, tentu biasanya dalam hal-hal tertentu, komunikasi antarpartai pimpinan politik menjadi penting," ujarnya.
Namun, Bhima menyatakan yang mesti diprioritaskan pemerintah seharusnya pembahasan tentang lonjakan harga pangan, karena dampaknya akan sangat terasa menjelang Ramadan.
Pemerintah harus fokus pada tugasnya
Dengan adanya wacana tersebut, menteri-menteri strategis di bidang ekonomi yang dikomandoi partai politik bakal tidak fokus dalam menjalankan tugasnya. Hal ini rentan dan akan menjadi isu populis yang merugikan masyarakat.
“Repot juga, ya? Seharusnya menteri fokus urusi masalah ekonomi, tapi jadi punya agenda politik. Jelas masyarakat bingung dengan pencitraan seperti itu. Padahal kalau ditarik, ujung-ujungnya untuk mendukung agenda politik masing-masing,” ujar Bhima.
Sentimen buruk ke pasar
Wacana penundaan Pemilu 2024, kata Bhima, juga akan memberikan sentimen buruk bagi pasar. Padahal, pelaku usaha dan investor jelas memahami aturan penyelenggaraan Pemilu per lima tahun sekali.
“Sudahlah bagi pemerintah fokus dulu hadapi masalah di depan mata. Jelang Ramadhan-Lebaran, inflasi bisa naik signifikan. Di AS inflasi sudah 7,9 persen secara tahunan, dan harusnya menjadi alarm untuk bersama-sama memitigasi dampak inflasi global ke daya beli masyarakat,” kata Bhima.
Pemilu dapat meningkatkan konsumsi
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan wacana penundaan Pemilu 2024 tidak perlu dimunculkan. Dengan kondisi perekonomian Indonesia yang sedang dalam pemulihan, menurutnya, pemilu lebih baik dilaksanakan dengan semestinya.
“Efek pemilu juga punya daya dukung yang kurang lebih sama dengan efek stimulus fiskal. Dalam konteks pemulihan selama resesi, yang dibutuhkan countercyclical policy, yakni lebih perbanyak belanja,” ujarnya, kepada Fortune Indonesia, Jumat (11/3).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi RI secara keseluruhan mencapai 3,69 persen sepanjang 2021 menjadi Rp11,12 kuadriliun pada 2021 dibanding 2020. Pertumbuhan tersebut meleset dari target yang dipatok 4 persen.
Penyumbang terbesarnya adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai Rp9,24 kuadrililiun atau 54,42 persen dari total PDB 2021.
Besarnya konsumsi dalam pertumbuhan ekonomi, menurut Fithra, tidak perlu menunda Pemilu 2024.