NEWS

5G Mining Bakal Diluncurkan di Tambang Freeport, Mengapa Ini Penting?

5G bisa bantu minimalisir kecelakaan kerja.

5G Mining Bakal Diluncurkan di Tambang Freeport, Mengapa Ini Penting?Suasana pertambangan di Freeport Indonesia. (dok. PTFI)
11 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - PT Freeport Indonesia menerapkan teknologi 5G Mining di wilayah konsesi tambang Timika, Papua pada Mei tahun ini. Layanan itu hadir berkat kolaborasi dengan Telkom Group dan akan diluncurkan langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir.

Menurut Erick, sektor pertambangan yang mengharuskan penerapan teknologi mutakhir autonomous vehicle dan robotik membutuhkan dukungan transmisi jaringan yang lebih baik. Ini akan memudahkan para pekerja pekerja mengendalikan robot dari jarak jauh untuk melakukan penambangan bawah tanah.

"5G Mining kita akan luncurkan sebagai negara pertama di Asia Tenggara pada tahun ini di bulan Mei," ujar Erick Thohir saat menyampaikan pidato kunci di Universitas Sumatera Utara Medan (9/1) dikutip dari tayangan Yotube, Selasa (11/1).

Apa yang disampaikan Erick Thohir benar belaka. Pertambangan adalah salah satu pekerjaan paling berbahaya di dunia. Pada 2019, misalnya, Dewan Internasional untuk Pertambangan dan Logam mencatat ada 287 kematian pekerja di perusahaan-perusahaan para anggotanya. Bahkan, diperkirakan jumlah kematian pekerja di industri ini jauh lebih tinggi, karena banyak kematian yang tidak tercatat atau dikaitkan dengan penyebab lain

Sean Keenan, pemimpin penelitian global untuk sumber daya alam di Accenture mengatakan, bandwidth tinggi dan latensi rendah yang ditawarkan 5G dapat memberikan layanan pertambangan yang sebelumnya tidak dapat dicapai.

“Dengan 5G, konektivitas di tambang telah berubah dari menyediakan akses internet sederhana menjadi memberi daya pada infrastruktur, peralatan, dan IoT yang kompleks,” katanya seperti dikutip Techmonitor. “Ini membuka level baru pembelajaran mesin, analitik data, IoT aset tetap, dan komputasi awan yang akan menghasilkan otomatisasi dan efisiensi operasional yang lebih besar.”

Sejauh ini upaya digitalisasi di industri memang telah berpusat pada peningkatan otomatisasi. Salah satu contoh paling terkenal adalah armada 80 truk autonomus raksasa di pertambangan Australia Rio Tinto. Alat berat itu mengangkut material di sekitar lokasi perusahaan menggunakan sistem pelacakan yang dikendalikan oleh perpaduan teknologi WiFi dan GPS.

Tak hanya itu, Sekretaris Jenderal Observatorium Bahan Baku Internasional Vitor Correia menilai 5G juga memungkinkan operasi yang lebih kompleks untuk diotomatisasi.

“Apa yang kami lihat sekarang dengan 5G adalah karena Anda memiliki bandwidth yang lebih besar, Anda dapat melampaui transportasi dan memperbesarnya ke aspek lain,” kata Correia.

Dengan 5G perusahaan pertambangan juga dapat memiliki kamera berkualitas tinggi yang tidak hanya memberikan visual tetapi juga mengukur bit spektrum cahaya yang berbeda. Ini dapat membantu operator memilih materi yang ingin dimuat. “Saya melihat pemuatan yang lebih baik sebagai salah satu area yang akan diaktifkan oleh 5G. Kemudian jug eksplorasi karena beberapa perusahan tengah mengembangkan mesin bor otonom untuk meminimalisir pekerjaan manusia,” jelasnya.

Keuntungan Operator

Terlepas dari hal tersebut, potensi bisnis 5G di Indonesia memang cukup menjanjikan. Berdasarkan Ericsson Mobility Report edisi ke-20 pada Juni 2021, ada lebih dari 160 operator di dunia yang telah merilis layanan 5G. Namun, baru ada dua provider di dalam negeri yang telah mengimplementasikan jaringan tersebut yakni Telkomsel dan Indosat Ooredoo. Telkomsel menjadi yang pertama setelah meluncurkan layanan itu di hari ulang tahunnya yang ke-26, pada 27 Mei 2021.

Padahal, merujuk laporan AT Kearney pada 2019, layanan 5G dapat mengerek laba operator seluler di Asia Tenggara. “5G dapat menambah 6 persen hingga 9 persen pendapatan konsumen dan 18 persen hingga 22 persen pendapatan perusahaan pada tahun 2025,” kata laporan tersebut.

Indonesia sendiri diperkirakan akan meraih pangsa terbesar layanan tersebut, disusul Malaysia, Singapura, dan Thailand. Namun, laporan itu juga menggarisbawahi bahwa operator butuh modal besar untuk mengoptimalkan potensi tersebut. “Mereka kemungkinan akan menggelontorkan sekitar US$10 miliar ke dalam infrastruktur 5G di kawasan itu (Asia Tenggara) pada tahun 2025”.

Laporan itu juga sejalan dengan riset firma analis Frost & Sullivan yang memperkirakan pertumbuhan pendapatan perusahaan 5G di Asia-Pasifik bisa mencapai sebesar US$13,9 miliar pada tahun 2024, tumbuh 46,4 persen dari 2019.

Related Topics