NEWS

BPK: 8.961 Nakes Terima Kelebihan Insentif Akibat Data Ganda

Kemenkes perbaiki data penerima insentif.

BPK: 8.961 Nakes Terima Kelebihan Insentif Akibat Data GandaANTARA FOTO/Reno Esnir
02 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kelebihan pembayaran insentif tenaga kesehatan (nakes) dari pemerintah pusat akibat duplikasi data penerima. Kepala BPK Agung Firman Sampurna mengatakan total kelebihan bayar itu terjadi pada 8.961 nakes dengan nilai bervariasi antara Rp178 ribu hingga Rp50 juta.

"Ini data per 19 Agustus 2021," ujarnya dalam konferensi pers yang disiarkan kanal youtube BPK, Senin (1/11). 

Agung menjelaskan, temuan itu bermula dari pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang dilakukan agar Indonesia dapat mencairkan pinjaman dari Bank Dunia dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIBB) untuk membayar insentif tenaga kesehatan. 

Objek pemeriksaannya adalah pembayaran tunggakan insentif nakes di tahun 2020 yang masih berjalan hingga sekarang. Dengan pemeriksaan tersebut, kepatuhan dalam pelaksanaan program dan kegiatan untuk mencapai Disbursement Linked Indicator (DLI)/Disbursement Linked Result (DLR) pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to Covid-19 dapat diukur.

"Pinjaman itu US$500 juta dan ada indikatornya. Contohnya pedoman implementasi insentif nakes, gugus tugas nasional, kemudian menyusun rencana nasional tanggap Covid-19. Jadi ada hal tertentu yang tiap indikatornya itu kalau dicapai baru dananya dikeluarkan," jelasnya.

Sayangnya, dalam proses pembayaran tunggakan insentif 2020 yang totalnya mencapai Rp1,4 triliun, Kementerian Kesehatan tidak melakukan cleaning data saat melakukan percepatan pembayaran melalui aplikasi dan mekanisme yang baru. "Karena prosedur (cleancing data) satu itu tidak dilakukan akibatnya terjadi duplikasi data penerima insentif," kata Agung 

Kendati demikian, ia menekankan bahwa pemeriksaan yang dilakukan BPK itu belum selesai. Di saat bersamaan, jumlah data ganda pun mulai berkurang karena Kemenkes langsung melakukan perbaikan. "Dalam proses pemeriksaan tersebut, angka yang ditemukan di awal berkurang. Karena teman-teman Kementerian Kesehatan melakukan respons cepat untuk melakukan perbaikan data tersebut. Sehingga jumlahnya menyusut," ujarnya.

Kelebihan Bayar Tidak Ditarik

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan perubahan mekanisme penyaluran insentif dilakukan karena lambatnya proses pencarian menggunakan mekanisme lama. 

"Mekanisme tahun 2020 diberikan ke fasilitas kesehatan. Tidak langsung ke tenaga kesehatan. Sehingga keluar banyak masalah. Kami ubah mekanisme (pembayaran) langsung ke tenaga kesehatan," tuturnya.

Sebenarnya, menurut Budi, proses bersih-bersih data sudah dilakukan saat pengubahan mekanisme dan pembayaran tunggakan 2020. Namun, karena jumlah rekening yang disalurkan kini makin banyak—menyasar langsung ke rekening penerima ketimbang rumah sakit pada mekanisme sebelumnya—prosesnya jadi kurang maksimal.

"Dalam proses ini data cleansing tidak bagus. Tapi untuk gambaran teman-teman, duplikasi itu di bawah 1 persen (dari total insentif). Ketika teman-teman Kementerian Kesehatan lihat ada duplikasi, sambil mengejar (pembayaran) tunggakan kita di 2020, kita perbaiki," tuturnya.

Kendati demikian, Budi memastikan bahwa kelebihan bayar insentif yang sudah tersalurkan tak akan ditarik kembali, melainkan jadi kompensasi untuk pembayaran insentif selanjutnya. 

"Keputusan yang kami ambil adalah tidak menarik kembali tapi melakukan kompensasi dari insentif nakes ini. Jadi ini sudah dibicarakan sama Kepala BPK dan setuju. Jadi diharapkan kedepannya bisa selesai dengan tata kelola lebih baik dan juga dengan sistem aplikasi yang lebih baik," tandasnya.

Related Topics