NEWS

Chatib Basri Sebut Penyaluran Subsidi Pemerint Kerap Tak Tepat Sasaran

Penyaluran subsidi tak tepat malah memperparah ketimpangan.

Chatib Basri Sebut Penyaluran Subsidi Pemerint Kerap Tak Tepat SasaranMuhammad Chatib Basri. (Dok. Kemenkeu)
05 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri, mengatakan subsidi terhadap komoditas di Indonesia kerap tak tepat sasaran dan turut memperparah ketimpangan ekonomi. Misalnya, kata dia, seperti yang terjadi pada LPG 3 Kg dan BBM.

Dalam hal ini, proses distrubusinya justru membuka celah bagi masyarakat menengah dan atas untuk ikut menikmati barang yang disubsidi untuk masyarakat miskin tersebut. Sebaliknya, masyarakat bawah akan kesulitan mendapatkan subsidi karena mereka sendiri mungkin akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

"Subsidi dalam bentuk komoditas itu tidak well targeted, bahkan dalam beberapa konteks memperburuk ketimpangan, yang miskin dapat sedikit, yang kaya dapat banyak," ujar Chatib dalam Indonesia Macro Economic Outlook 2022, Senin (4/4).

Karena itu, ia menyarankan agar pemerintah memperbanyak subsidi yang menyasar masyarakat tertentu (targeted subsidy), seperti pada subsidi listrik dan bantuan langsung tunai (BLT). Mekanisme tersebut, menurutnya, dapat memastikan subsidi tepat sasaran sehingga penggunaan APBN semakin optimal.

"Kebijakan subsidi targeting orang lebih efektif, logikanya lebih sederhana daripada menyubsidi dalam bentuk barang. Perlindungan sosial harus melindungi masyarakat yang rentan," ujar Chatib.

BLT minyak goreng perlu ditambah

Dalam kesempatan tersebut ekonom senior tersebut juga mengatakan bahwa pemberian subsidi berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng kepada masyarakat karena tingginya harga komoditas CPO sudah tepat.

Menurutnya pemberian BLT tersebut akan lebih efektif ketimbang diberikan lewat komoditas, misalnya dengan menurunkan harga minyak goreng bersubsidi. "Mitigasi terbaik dengan memberikan subsidi targeted, ini lebih baik (dari jenis subsidi yang lain)," tuturnya.

Selain, lanjut Chatib, jika pemerintah mensubsidi harga minyak goreng, biaya yang dikeluarkan akan lebih besar tapi tidak diikuti efektivitasnya. Ia mencontohkan kebijakan HET minyak goreng beberapa bulan lalu yang membuat kalangan menengah atas juga ikut merasakan subsidinya. 

Pemerintah sendiri telah menyiapkan Rp6,9 triliun untuk subsidi minyak goreng selama 3 bulan dengan sasaran 23,5 juta penerima. Menurut Chatib, pemerintah bisa meningkatkan jumlah penerimanya menjadi 40 juta, sehingga yang akan mendapatkan manfaat sebanyak 160 juta orang, dari kelompok masyarakat miskin sampai kelas menengah.

"Kalau dinaikkan jadi 40 juta keluarga ini tidak besar beban APBN-nya, menjadi Rp 36 triliun per bulan. Ini dampak yang bisa dimitigasi," katanya.

Kemudian, kelompok menengah yang bisa mendapatkan BLT minyak goreng tersebut juga bisa dipilih lagi agar sasarannya adalah mereka yang memang benar-benar membutuhkan tambahan subsidi. Cara menentukannya pun beragam, salah satunya melalui program Kartu Prakerja.

Meski pelatihan dalam program ini dinilai tidak jauh berbeda dengan tutorial yang ada di YouTube, namun bisa menjadi alat seleksi kelompok menengah yang membutuhkan bantuan dana.

"Jadi kelompok kelas menengah ini tidak hanya sekedar ikutan, tapi karena dia memang membutuhkan dana yang diberikan setelah mengikuti rangkaian pelatihan. Ini cara yang potensial dalam memilih kelas menengah," tandasnya.

Related Topics