NEWS

Jokowi di Rakernas PDIP: Ekonomi 60 Negara Akan Ambruk

Subsidi energi yang digelontorkan capai Rp520 triliun.

Jokowi di Rakernas PDIP: Ekonomi 60 Negara Akan AmbrukPresiden Joko Widodo, dalam sambutannya pada acara pembukaan Musrenbangnas 2022, Kami (28/4). (Tangkapan layar)
21 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo mengaku mendapat informasi terbaru soal proyeksi ambruknya perekonomian 60 negara imbas krisis global. Saat ini, kata dia, bahkan 42 negara dipastikan menuju kondisi nahas tersebut. 

Menurut Jokowi, situasi tersebut membawa kengerian bagi berbagai negara tak terkecuali Indonesia. Sebab, krisis yang dihadapi datang bertubi-tubi dan tak memberikan kesempatan banyak negara untuk masuk dalam fase pemulihan ekonomi.

"Krisis karena pandemi akan pulih, kemudian ada perang, kemudian merembet ke mana-mana. Masuk ke krisis pangan, krisis energi, krisis keuangan. Kalau kita semakin tahu, semakin ngeri. Angka-angkanya diberi tahu, ngeri kita. Bank Dunia menyampaikan, IMF menyampaikan, PBB menyampaikan. Terakhir baru kemarin saya mendapatkan informasi 60 negara akan ambruk ekonominya," ujarnya dalam Rakernas PDIP, Selasa (20/6).

Di sisi lain, ambruknya perekonomian berbagai negara tersebut juga bisa berujung pada kondisi yang lebih buruk dari resesi global. Apalagi, tak ada lembaga multinasional yang dapat memberikan bantuan secara langsung kepada negara-negara yang mengalami krisis berjamaah tersebut.

"42 (negara) dipastikan sudah dipastikan sudah menuju ke sana. Siapa yang mau membantu mereka kalau sudah 42. Mungkin kalau 1-2 negara krisis bisa dibantu negara-negara internasional. Tapi kalau sudah 42, nanti betul dan mencapai 60 betul kita tidak mengerti apa yang harus kita lakukan," jelasnya.

Karena itu lah, menurut Kepala Negara, penting untuk meningkatkan kewaspadaan atas ketidakpastian global yang terjadi saat ini. Pemerintah juga tak bisa bekerja seperti dalam kondisi normal sebab setiap saat krisis keuangan, krisis pangan hingga krisis energi yang mengerikan mengintai berbagai negara.

"Saya kira kita tahu semuanya sudah 1-2 negara yang sudah mengalami itu. Tidak punya cadangan devisa tidak bisa beli BBM, tidak punya cadangan devisa tidak bisa beli pangan. Pangan impor semuanya. Kemudian terjebak juga pada pinjaman utang yang sangat tinggi karena debt ratio sangat tinggi jadi sekali lagi ngeri saya kalau lihat angka-angkanya," jelasnya.

Subsidi setara bangun ibu kota

Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga mengingatkan besarnya beban yang ditanggung pemerintah saat ini untuk menjaga perekonomian berjalan normal. Ia mencontohkan, misalnya, bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax masih diberikan subsidi sehingga harganya tidak melambung.

Saat ini, harga Pertalite masih ditahan Rp7.650 per liter. Sementara Pertamax, meskipun telah dinaikkan ke level Rp12.500 per liter, juga masih disubsidi karena di bawah harga keekonomiannya. Sebab di beberapa negara seperti Singapura, harga bensin sudah Rp31 ribu per liter. 

"Jerman bensin juga sama Rp31 ribu. Di Thailand, sudah Rp20 ribu. Kita masih Rp7.650, tapi kalau kita ingat subsidi kita besar sekali. Bisa dipakai membangun ibu kota satu. Karena angkanya sudah Rp502 triliun. Ini semua yang kita harus mengerti. Sampai kapan kita bisa bertahan dengan subsidi sebesar ini," jelasnya.

Lantaran itu kata dia, masyarakat juga perlu mendapatkan informasi secara utuh mengenai tantangan yang dihadapi pemerintah saat ini. Sebab, kebijakan menaikkan harga yang diambil pemerintah juga dibarengi dengan peningkatan subsidi untuk menjaga daya beli.

"Kalau kita enggak mengerti angka-angka, kita enggak bisa merasakan betapa beratnya persoalan saat ini. Bangun ibu kota itu Rp466 triliun. Ini untuk subsidi. Tapi enggak mungkin ini kita subsidi. Akan ramai kita juga. Itung-itungan sosial politik juga kita kalkulasi Jadi rakyat juga harus dikasih tau bahwa ada kondisi global sangat berat," tandasnya

Related Topics