NEWS

Konversi Kompor Gas ke Listrik Terganjal Masalah Subsidi dan Teknologi

Kesiapan teknologi menjadi masalah pelanggan PLN bersubsidi.

Konversi Kompor Gas ke Listrik Terganjal Masalah Subsidi dan TeknologiIlustrasi penggunaan kompor listrik. (Doc: PLN)
19 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Program konversi kompor gas menjadi kompor listrik atau induksi masih menghadapi berbagai kendala di lapangan. Salah satunya ketidaksesuaian teknologi kompor induksi untuk pelanggan listrik bersubsidi. 

Seperti diketahui, hingga saat ini subsidi tarif listrik diberikan untuk pelanggan PLN berdaya 450VA dan 900VA. Namun, rata-rata kompor induksi saat ini membutuhkan daya terpasang minimal 1.300VA agar bisa berjalan optimal.

"Ini masalahnya kesiapan teknologi, atau saudara-saudara kita yang tadinya subsidi mau enggak naik ke 1.300 VA," kata Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam konferensi pers, Selasa (13/1).

Menurut Rida, jika program ini dipaksakan berjalan kepada seluruh masyarakat, mau tak mau kelompok masyarakat bawah harus melepas subsidi yang diberikan pemerintah dan mengalami pembengkakan tagihan listrik. 

Hal ini bisa menjadi masalah jika tak segera diselesaikan lewat mekanisme perbaikan skema subsidi atau penyediaan teknologi kompor induksi yang lebih hemat listrik. Terlebih, pelanggan listrik kategori 450 VA dan 900 VA mendominasi pelanggan listrik PLN secara keseluruhan. "Karena ini menyangkut 35 juta pelanggan yang sudah bisa, tapi kemudian (ada masalah) karena teknologinya saat ini belum seperti yang kita harapkan," jelas Rida.

Manfaat Konversi

Untuk itu, hingga saat ini Kementerian ESDM masih membuka pos pengaduan terkait layanan subsidi listrik digunakan untuk mengetahui kebutuhan program konversi kompor induksi. 

Masalah ini, kata Rida, juga telah dibahas dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Kementerian Sosial, dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).

"Kalau kita sasarkan kompor induksinya hanya ke yang di atas 2.200VA ya tidak ada masalah. Masalahnya sekarang adalah sasaran yang ingin kita convert sebagai penerima LPG tabung melon. Tapi dari sisi kapasitas teknologi yang tersedia saat ini belum nyetrum. Masih tertinggal ini," jelasnya.

Terlepas dari masalah-masalah tersebut, Rida menyampaikan bahwa ada banyak manfaat dari program konversi kompor gas ke kompor induksi yang digalakkan pemerintah. Salah satunya untuk menekan impor LPG yang jumlahnya sangat besar dan turut membebani neraca perdagangan.

Di sisi lain, ada pula manfaat berupa efisiensi energi serta pengurangan emisi gas rumah kaca untuk skala rumah tangga. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah mencapai target net zero emissions (NZE) pada 2050.

"Ini kan emisinya lumayan untuk bisa dikurangi dan saya meyakini at the end  semua energi itu ya energi listrik termasuk di dalamnya untuk memasak. Apalagi LPG sekarang lebih banyak dari impor," jelas Rida.

Related Topics