NEWS

Menkes Ungkap Tantangan Pemerataan Vaksin Global

Butuh investasi besar tingkatkan produksi vaksin global.

Menkes Ungkap Tantangan Pemerataan Vaksin GlobalMenteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. (dok. Setkab)
22 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan salah satu tantangan besar dalam program pencegahan, kesiapsiagaan dan penanggulangan (PPR) pandemi di masa mendatang adalah memastikan kemudahan akses memperoleh vaksin untuk negara berpenghasilan rendah.  Pasalnya, terdapat gap yang cukup besar antara produksi dan kebutuhan vaksin secara global. 

Karena itu, meski inisiatif untuk mengurangi gap pembiayaan PPR melalui Financial Intermediary Fund (FIF) telah disepakati negara-negara G20, berbagai negara harus memastikan bahwa penggunaan dana tersebut bisa mendukung pemerataan distribusi vaksin global.

"Yang akan sedikit lebih sulit adalah penggunaan dana. Jadi setelah kita selesaikan komitmen soal dana, kita bicara penggunaannya. Karena produsen vaksin adalah swasta jadi kita perlu bicara dengan mereka. Kita perlu terlibat dengan mereka. Bagaimana mereka  dapat mempertahankan komitmen (produksi) dengan volume tertentu. Bagaimana kita bisa mendistribusikan secara merata dan sangat cepat," tuturnya.

Sebagai informasi, FIF merupakan mekanisme pembiayaan multilateral yang disepakati negara-negara G20 dalam agenda Joint Finance and Health Ministers' Meeting (JFHMM). Dana tersebut akan ditempatkan di Bank Dunia selaku Wali Amanat dan akan digelontorkan ke negara-negara berpenghasilan rendah untuk membantu program pencegahan, kesiapsiagaan dan penanggulangan pandemi di masa depan.

Dalam hal penggunaanya, Bank Dunia dan WHO telah mengingatkan bahwa dana tersebut diperlukan salah satunya untuk memperkuat kemampuan penelitian dan pengembangan sistem kesehatan di sejumlah negara, termasuk untuk produk pengembangan vaksin serta tindakan medis lainnya.

Pasalnya, beberapa negara memiliki kapasitas SDM yang rendah untuk melakukan penelitian dan pengembangan (R&D) produk vaksin. Bahkan, negara-negara berpenghasilan rendah biasanya tidak memiliki kemampuan teknis dan sumber daya keuangan untuk agenda yang terkait dengan R&D.  Akibatnya, selama pandemi Covid-19, terjadi tidaksetaraan antara negara kaya dan miskin tak hanya dalam hal akses terhadap vaksin, melainkan juga dalam hal pengujian dan tindakan medis lainnya.

Standar protokol kesehatan hadapi pandemi

Menurut Bank Dunia dan WHO, diperlukan investasi lebih besar untuk meningkatkan kapasitas produksi vaksin global dan produk kesehatan lain yang dapat dengan mudah diadaptasi serta disesuaikan dengan kebutuhan baru saat pandemi muncul.

Sebagai contoh, dengan kurva pasokan vaksin Covid-19 secara global saat ini, dunia perlu meningkatkan kemampuan manufakur sektor kesehatan dua kali lipat untuk memenuhi kebutuhan dunia yang mencpai 14,7 miliar dosis. Dengan asumsi setiap fasilitas dapat menghasilkan 400 juta dosis per tahun, maka dibutuhkan 37 fasilitas baru untuk dibangun dengan biaya masing-masing US$500 juta. 

Selain itu, diperlukan pula rantai pasokan yang lebih tangguh serta kesiapan dalam mekanisme pengadaan yang lebih tanggap terhadap krisis.

Menurut Budi Gunadi, hal-hal tersebut juga telah dibahas bersama dalam JFHMM dan perwakilan dari berbagai negara telah bersepakat ihwal diperlukannya tindakan untuk menyelaraskan standar protokol kesehatan global dalam menghadapi pandemi.

"Karena kami memahami bahwa kami melakukannya di setiap pandemi, respons kebijakan normal untuk sektor kesehatan adalah penguncian tetapi ketika Anda terkunci, orang tidak dapat bergerak. Dan ketika pelaut, pilot tidak bisa bergerak maka barang tidak akan bisa bergerak. Dan kemudian Anda tidak hanya akan mengalami krisis kesehatan tetapi juga krisis ekonomi yang dapat merembet menjadi krisis sosial politik," tandasnya.

Related Topics