NEWS

Menuju COP26, Wamenkeu Paparkan Strategi RI Kurang Emisi

Indonesia butuh biaya hingga Rp3.500 triliun turunkan emisi.

Menuju COP26, Wamenkeu Paparkan Strategi RI Kurang EmisiTangkapan layar Wamenkeu saat menyampaikan pidato pembuka pada 2021 International Climate Change Conference, Kamis, 22/7. (dok. Kemenkeu)
28 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan upaya Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (KRK) sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 40 persen dengan bantuan internasional pada 2030. 

Target yang tercantum dalam dokumen National Determined Contribution (NDC) itu, kata dia, akan dicapai salah satunya dengan menyiapkan anggaran dan beberapa fasilitas pajak.

Sejak 2016, misalnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyediakan anggaran yang difokuskan untuk "kegiatan ekonomi hijau".

"Ini bukan hanya pengeluaran tapi dukungan pemerintah juga untuk green economy dengan memastikan bahwa pemerintah bisa mempromosikan untuk green format," ujarnya dalam webinar bertajuk Road to Glasgow: Indonesia's Contribution  to COP 26, Kamis (28/10).

Di luar itu, ada pula fasilitas pajak yang dapat digunakan investor ketika menanamkan modalnya untuk pembangunan industri yang berkelanjutan ekonomi hijau serta rendah karbon. Beberapa di antaranya adalah pengembangan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) hingga mobil listrik.

“Kalau SDG dan Green mengharuskan kita report ke investor bahwa uangnya dipakai untuk aktivitas hijau,” tuturnya.

Selain itu, Indonesia juga akan turut aktif dalam kegiatan internasional untuk menunjukkan komitmennya terhadap pembiayaan dalam mengatasi perubahan iklim.

Saat ini Indonesia masuk ke dalam the Coalition of Finance Ministers for Climate Action periode 2021-2023 yaitu jajaran Menteri Keuangan yang mendorong pembiayaan serta mengurangi perubahan iklim.

Indonesia juga sangat aktif dalam G20 termasuk dalam mendiskusikan cara dalam mencapai target perubahan iklim. "Kami berharap semua langkah ini akan berlanjut bukan hanya satu menteri tapi juga multisektor side untuk berpartisipasi di tatanan internasional," imbuhnya.

Dukungan Internasional

Menurut Suahasil, strategi pembiayaan berkelanjutan penting untuk terus didorong dalam upaya mencegah serta mengatasi dampak perubahan iklim. Ia mencontohkan, untuk melakukan dekarbonisasi di sektor energi, Indonesia perlu investasi jumbo yang tak mampu dibiayai hanya dengan APBN.

Sebab mau tak mau pembangkit berbahan bakar fosil harus dipensiunkan, entah itu yang menggunakan batubara maupun minyak. Ia menaksir biaya yang dibutuhkan mencapai Rp3.500 triliun. 

"Mayoritas konsumsi listrik kita diproduksi dari batu bara dan diesel, kita masih bergantung pada bahan bakar fosil. Itu adalah satu sektor yang sumbangan emisinya tinggi sehingga coba kita kurangi," jelasnya."Jika PLTU ditutup sedangkan kontraknya masih efektif ini akan menjadi masalah bisnis kalkulasi. Berapa banyak kompensasi yang harus disediakan," tegasnya.

Lantaran itu, Suahasil berharap Indonesia dapat memperoleh dukungan internasional untuk memenuhi pembiayaan ini sehingga target pengurangan emisi mampu tercapai.

Salah satu dukungan internasional yang diharapkan adalah melalui pertemuan negara-negara dunia dalam agenda COP26 di Glasgow, Skotlandia dalam waktu dekat.

Menurutnya, agenda ini dapat menjadi tonggak atau milestone bagi internasional untuk memenuhi janjinya dalam membantu negara-negara berkembang untuk mencapai target perubahan iklim.

“Kami berharap COP26 bisa menjadi milestone dimana dukungan internasional bisa diwujudkan,” ujarnya.

Related Topics