NEWS

Pembicaraan Ukraina-Rusia Alot, Harga Minyak Kembali Melonjak

Covid-19 dan produksi AS jadi faktor penggerak harga.

Pembicaraan Ukraina-Rusia Alot, Harga Minyak Kembali MelonjakIlustrasi anjungan migas. (Pixabay/466654)

by Hendra Friana

16 March 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Harga minyak mentah kembali naik sekitar US$3 per barel di perdagangan Asia pada Rabu (16/3) sore. Rebound usai penurunan sebelumnya itu dipicu alotnya pembicaraan gencatan senjata antara Rusia-Ukraina. 

Pesiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan dalam pidatonya pagi ini bahwa posisi Ukraina dan Rusia dalam pembicaraan damai terdengar lebih realistis, tetapi diperlukan lebih banyak waktu.

Minyak mentah berjangka Brent terakhir menguat US$2,64 atau 2,6 persen, menjadi US$102,55 per barel pada pukul 07.30 GMT.

Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat US$1,91 menjadi US$98,35 per barel.

Sebagai catatan, sebelumnya dua kontrak minyak tersebut turun lebih dari US$1 per  barel, dengan Brent jatuh ke US$98,86 per barel dan WTI ke US$94,90 per barel di awal sesi.

"Pedagang sedang menunggu lebih banyak petunjuk dari pembicaraan gencatan senjata setelah aksi jual dua hari di pasar minyak, tetapi harga minyak mentah mungkin terus berada di bawah tekanan karena inflasi yang tinggi pada akhirnya akan menyeret pertumbuhan ekonomi dan melemahkan permintaan," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets.

Menurutnya, menguatnya dolar AS adalah elemen kunci yang memberikan tekanan pada harga minyak. Sedangkan investor memperkirakan Bank Sentral AS The Federal Reserve untuk mengadopsi kebijakan moneter yang lebih hawkish demi menahan lonjakan inflasi.

Analis memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya seperempat poin persen pada akhir pertemuan kebijakan dua hari pada Rabu waktu setempat.

Kenaikan suku bunga akan memperkuat dolar AS dan mengurangi permintaan minyak, karena greenback yang lebih kuat membuatnya lebih mahal bagi mereka yang memegang mata uang lainnya.

Faktor penggerak harga

Sebelumnya, pada Selasa (15/3), minyak telah bertengger di bawah US$100 per barel untuk pertama kalinya. Sejak akhir Februari. perdagangan minyak telah bergejolak akibat invasi Rusia ke Ukraina di mana harga minyak pada 7 Maret sempat mencapai level tertinggi dalam 14 tahun terakhir.

Tekanan terhadap harga minyak antara lain disebabkan juga kekhawatiran melambatnya permintaan di China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, lantaran pemerintahnya mengambil kebijakan pembatasan ketat untuk mencegah penyebaran Omicron.

Namun demikian, komisi kesehatan nasional China hari ini melaporkan kasus baru yang ditularkan di dalam negeri telah turun hampir setengahnya pada 15 Maret.

Stephen Innes, mitra pengelola di SPI Asset Management, meramalkan beberapa bagian China dapat dibebaskan dari penguncian jika infeksi Omicron tetap ringan. "Risiko Covid memang memudar dengan cepat, terutama karena populasi yang sangat divaksinasi," ucapnya.

Sementara itu, menurut seorang sumber data awal American Petroleum Institute (API) menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 3,8 juta barel untuk pekan yang berakhir 11 Maret, sementara persediaan bensin turun 3,8 juta barel dan stok sulingan naik 888.000 barel. Adapun data persediaan resmi pemerintah AS akan dirilis pada hari ini.