NEWS

Pemerintah Akan Beri Wewenang Daerah Bentuk Dana Abadi

Daerah berkapasitas fiskal tinggi bisa bentuk dana abadi.

Pemerintah Akan Beri Wewenang Daerah Bentuk Dana AbadiMenkeu Sri Mulyani menyampaikan penjelasan pemerintah dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/9). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.
14 September 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan daerah dengan kapasitas fiskal tinggi serta layanan publik yang telah terpenuhi dengan baik akan diberikan wewenang untuk mengelola dana abadi (Sovereign Wealth Fund) sendiri.

Kebijakan tersebut disampaikan dalam paparan mengenai poin-poin penting yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang saat ini tengah dibahas bersama DPR.

Selain pembentukan dana abadi, pemerintah pusat juga akan memberikan payung hukum agar daerah bisa melakukan sinergi pendanaan seperti melalui kerja sama badan usaha antar daerah atau dengan pemerintah pusat. 

Kebijakan ini penting sebab dibutuhkan dana besar untuk pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Untuk tahun anggaran 2020-2024 saja, pemerintah memerlukan Rp6.421 triliun untuk pembiayaan infrastruktur namun APBN dan APBD hanya mampu mendanai 30 persennya saja.

Dengan adanya payung hukum tersebut, daerah akan didorong untuk makin kreatif dan kolaboratif dalam melakukan pembiayaan pembangunan di daerahnya.

"Dengan makin besarnya kepercayaan kepada daerah, maka kemampuan daerah untuk mengelola risiko (risk management) dan dalam fungsi perbendaharaan (treasury management) menjadi penting. Pemerintah merancang perluasan instrumen pembiayaan dengan tetap mengedepankan aspek prudent atau kehati-hatian," ujarnya di Komisi XI DPR, Senin (13/9).

Penguatan Sistem Pajak dan Optimalisasi Belanja

Penguatan sistem Pajak Daerah dan retribusi Daerah dilakukan melalui restrukturisasi jenis pajak daerah, perluasan basis perpajakan daerah, penyederhanaan jenis retribusi daerah, dan harmonisasi dengan undang-undang Cipta kerja yaitu Undang-Undang nomor 11 tahun 2020. 

Berkaitan dengan pengelolaan belanja daerah, pemerintah melakukan penguatan dari tahap perencanaan, pengelolaan hingga pengawasan. Dalam hal perencanaan, penguatan dilakukan melalui pengelolaan belanja daerah yang berbasis kinerja terpadu dan berkelanjutan; simplifikasi dan sinkronisasi program daerah; serta standarisasi belanja daerah.

"Pengaturan ini ditujukan agar belanja daerah semakin fokus dan efisien dan pemanfaatannya semakin maksimal," jelasnya.

Kemudian, dalam hal pengelolaan, penguatan disiplin belanja daerah dilakukan dengan pengaturan alokasi yang lebih ketat, antara lain dengan berfokus pada layanan dasar publik. Selain itu, cara lain ialah dengan memenuhi amanat alokasi minimum sesuai peraturan perundang-undangan seperti pendidikan dan kesehatan. Pengendalian belanja pegawai dan penguatan belanja infrastruktur, serta penggunaan SILPA (sisa lebih pembiayaan anggaran) yang sesuai dengan kinerja layanan publik juga tidak bisa dinafikan.

Sementara dalam hal pengawasan, penguatan dilakukan dengan melibatkan BPKP untuk memperkuat kapasitas pengawas intern pemerintah di tingkat daerah. "Hal ini dilakukan karena pemerintah menyadari bahwa sistem desentralisasi fiskal yang baik akan sangat tergantung pada kualitas dan integritas dari para pengelolanya yang merupakan ujung tombak di daerah," kata Sri Mulyani.

Tata Kelola Daerah Belum Optimal

Sebagai catatan, sejak Undang-Undang otonomi daerah atau desentralisasi diterapkan pada 2004, tata kelola penyelenggaraan pemerintah daerah masih belum optimal. Ini terlihat dari masih rendahnya nilai reformasi birokrasi pemerintah daerah yang sebagian besar dalam predikat CC dan C.

Bahkan isu transparansi dan integritas sangat menonjol dan menjadi perhatian publik hingga saat ini. Tercatat, ada 127 kepala daerah yang telah menjadi terpidana kasus korupsi.

Sementara itu, pengelolaan keuangan daerah tampak belum optimal dengan indikasi besarnya belanja birokrasi seperti belanja pegawai dan belanja belanja barang dan jasa yang rata-rata bahkan mencapai 59% dari total anggaran daerah dalam 3 tahun terakhir. 

"Juga kolaborasi antara daerah maupun dalam menciptakan daya tarik investment competitiveness dari daerah itu terlihat masih sangat terbatas," ujar Sri Mulyani.

Related Topics