NEWS

Pemerintah Kurangi Penarikan Utang Baru hingga 29 Persen

Pengurangan SBN diperkirakan capai 20 persen akhir 2022.

Pemerintah Kurangi Penarikan Utang Baru hingga 29 PersenMenkeu, Sri Mulyani Indrawati. (dok. Kemenkeu)
21 October 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah terus mengurangi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) demi mengantisipasi risiko peningkatan biaya utang dan beban bunga akibat volatilitas di pasar keuangan.

Hingga akhir bulan lalu, total penarikan utang dari SBN baru mencapai Rp470,9 triliun atau 49 persen dari rencana Rp961,4 triliun yang ditetapkan dalam APBN. Realisasi tersebut 26 persen lebih rendah dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp666,7 triliun. 

"Strategi kita antisipatif dengan situasi yang tidak kondusif secara global. Kita mengurangi cukup drastis, lebih dari 29 persen issuance surat utang kita. Ini yang menyebabkan kita kemudian cukup terlindungi," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Jumat (21/10).

Pemerintah juga akan mengurangi target penerbit utang tunai melalui lelang pada kuartal IV ini. Langkah lain yang akan dilakukan adalah optimalisasi SBN domestik melalui SKB III dengan Bank Indonesia, serta penerbitan SBN ritel sebagai upaya perluasan basis investor domestik.

Realisasi penerbitan SBN melalui SKB III baru mencapai Rp95,42 triliun dan masih tersisa Rp126,6 triliun hingga akhir tahun. "Karena kita issuance-nya menurun tajam kita perkirakan justru akhir tahun ini akan lebih rendah dari apa yang ada di APBN ini," jelasnya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Luky Alfirman, mengatakan ancaman krisis serta berbagai ketidakpastian global membuat investor menunda pembelian SBN pemerintah.

Meski demikian, pemerintah masih bisa leluasa mengurangi pembiayaan melalui utang dengan menyesuaikan volatilitas pasar lantaran kondisi kas masih cukup tebal. 

"Kita sudah melakukan pengurangan target pembiayaan kita. Sampai akhir tahun nanti, mungkin bisa kurangi gross financing kita sampai 20 persen dan itu yang kita lakukan," tuturnya.

Dampak pelemahan rupiah

Luky juga memastikan dampak pelemahan rupiah terhadap peningkatan beban bunga utang pemerintah saat ini masih cukup rendah. Meski rupiah terus melemah hingga hari ini, depresiasi nilai tukar secara keseluruhan tahun (ytd) masih lebih rendah dibandingkan asumsi makro dalam APBN. "Masih Rp300 (lebih rendah). Artinya dampak biaya bunga tidak terlalu besar," tuturnya.

Ia juga menegaskan bahwa pengurangan lelang SBN berkontribusi lebih besar terhadap pengurangan beban utang ketimbang kenaikan beban utang valas saat ini. Terlebih, posisi utang valas pemerintah sudah berkurang cukup drastis dibandingkan 10 tahun lalu.

"Ini sebenarnya sudah kita antisipasi juga, sebagai bagian dari pengelolaan risiko kita. 10 tahun lalu, porsi utang valas kita lebih dari 41 persen. Per hari ini utang valas kita hanya 29 persen. Jadi jauh lebih terjaga," ujarnya.

Dengan demikian, kata dia, dampak pelemahan rupiah terhadap APBN relatif masih cukup terjaga. "Jadi, kami bisa lihat, alokasi belanja bunga, misalnya, tahun ini rasionya masih akan jauh atau di bawah yang dianggarkan APBN kita di 2022," katanya.

Related Topics